Opini  

Belum Pernah Saya Melihat Ibu Mega Semurka Itu

Catatan: Ilham Bintang

“Kalau ada kader yang masih ngomong koalisi, Out!,” sambungnya dalam tone sama lantangnya.

Kontras dengan kenyamanan yang ditampakkan Mbak Mega ketika menerima Jokowi. Di ruangan itu, ia dikelilingi elit lingkar dalam Teuku Umar, antaranya Pramono Anung, Prananda dan Puan (lagi Selfie), Olly Dondokambey, dan Budi Gunawan (KaBIN).

Menyindir wartawan

Saya baru pertama kali melihat Ibu Mega semurka itu di depan publik. Yang sering saya saksikan, sebatas hanya sindiran ke pelbagai pihak. Tidak terkecuali kepada wartawan atau pers.

Dulu, Mega pernah menyindir wartawan seakan bukan orang Indonesia. Yang terbaru, belum sepekan berlalu, ia menyindir kerja wartawan seakan tak mematuhi kode etik jurnalistik. Saat seorang kawan mau menanggapi, saya larang. Alasannya, kita yang salah kalau berdebat dengan pihak yang tidak mengetahui persis prinsip kerja wartawan.

Puluhan tahun lalu, saya pernah ngobrol dengan Sukmawati di Taman Ismail Marzuki. Dari Sukma ada sedikit gambaran mengenai pembawaan asli Megawati yang sebenarnya pendiam.

“Mbak jarang bicara. Makanya kami adik-adiknya sempat rasanin Mbak, khawatir bagaimana nanti kalau memimpin partai,” kata Sukma.

Waktu itu Megawati memang belum menjadi Ketua Umum PDI-P. Belum lama terjun ke dunia politik.

Calon trah Soekarno

Video pendek yang memperlihatkan Megawati murka kemarin saya ulang-ulang putar. Versi panjangnya ditayangkan berkali-kali di semua stasiun televisi.

Saya mencoba menyelami mengapa sosok pendiam itu sampai meledak.