Benang dan Pena yang Menantang Jalan Hidup

Silvia Piobang bersama sang ibu tercinta Suryati. dok silvia

Malang sekejap mata. Takdir itu dimulai ketika dua tangan yang biasa digunakan dengan lincah harus diamputasi karena sentruman listrik. Putus asa, pasti dia rasakan, ketika harus kehilang dua tangan nan indah, tapi dalam berjalannya waktu gadis berparas elok itu mulai mencoba menerima keadaan.

“Banyak hikmah yang saya dapat setelah peristiwa itu. Salah satunya sekarang saya bisa kuliah di jurusan yang saya inginkan,” kata Tiara, berbagi cerita.

Jika tidak mengalami peristiwa itu, mungkin apa yang didapat Tiara sekarang tak bisa diraihnya. Peristiwa naas tersebut terjadi pada 2012 lalu, saat dia duduk di bangku SMP. Sepulang sekolah Tiara diminta ayahnya mengangkat besi bangunan dari lantai 2 ke lantai 3. Besi itu untuk mengeluarkan sampah-sampah di saluran pembuangan di atap ruko. Banyaknya sampah menyumbat saluran air menyebabkan banjir. Tidak jauh dari tempat dia berdiri, terdapat kabel induk listrik.

“Setelah bapak saya memberikan besi tersebut dari lantai 2 dan saya tarik dari lantai 3. Beberapa saat kemudian, ketika menarik besi saya merasakan ada yang bergetar ditangan lalu kebadan dan itu rasanya juga dingin. Saya sudah tidak merasa bergerak dan setelah itu pandangan saya gelap,” kenangnya.

Beberapa jam setelah kejadian, Tiara terbangun dan mendapati dirinya di puskesmas dengan dua tangan yang hangus karena sentruman listrik. Tak kuasa melihat kenyataan yang ada. Dia menangis sejadinya dan Tiara pun pingsan.

Tiara.(ist)

Beberapa saat kemudian, Tiara sadar kembali dan berada di ruangan IGD. Seorang dokter bernama Ferdinand, berusaha menenangkan dirinya hingga Tiara terlelap dan bersiap-siap menjalani operasi.

Kemudian Tiara terbangun lagi karena dia merasakan sakit yang tak tertahan. Dia pun menangis kesakitan. Lalu orangtua Tiara berembuk dengan dokter untuk tindakan selanjutnya yakni proses amputasi. Mengingat rasa sakit yang tak kuasa dijalaninya. Sakit itu bersumber dari kedua tangannya yang hangus, karena jaringan yang telah mati akan memakan jaringan yang hidup terus menerus.

Setelah mendapat penjelasan dari pihak RS, barulah Tiara bersedia diamputasi. Tepatnya Januari 2013, proses amputasi dilakukan. Operasi itu membutuhkan waktu sekitar 5 jam.

“Usai operasi saya menatap dalam dua tangan yang sudah diamputasi. Saya sangat sedih. Saya menangis tapi air mata sudah tidak keluar lagi. Saya berusaha meyakinkan diri karena itulah garis takdir saya. Dan Tuhan pun punya rencana lain untuk saya,” sebut Tiara.

Proses operasi tak hanya satu kali tapi 24 kali dan dirawat 6,5 bulan. Butuh waktu sekitar 1,5 tahun untuk pemulihan. Khusus pemulihan psikologis berkisar 1,5 bulan.