Hendri Nova
Wartawan Topsatu.com
“Alhamdulillah Yah… Saya dapat pupuk urea dan NPK yang lebih murah dari yang biasa Ayah beli. Kualitas dijamin sama Yah, kata Bapak yang menjualnya.”
Haris menyerahkan sisa uang pembelian pupuk urea dan NPK pada ayahnya. Wajahnya masih sumringah, karena kelebihan uang tentu bisa digunakan untuk keperluan lain.
“Kamu sudah pastikan pupuk-pupuk ini ada SNI-nya.”
Joni, sang Ayah menatap lekat wajah anaknya yang langsung terlihat kaget, seolah ia baru ingat. Anaknya langsung bergerak melihat bungkusan pupuk yang ia bawa tadi.
“Ya Allah… ampun beribu ampun Yah… Haris benar-benar lupa. Ternyata tidak ada SNI-nya. Itu berarti pupuknya ilegal. Maafkan Haris sekali lagi Yah.”
Haris memohon-mohon pada Ayahnya, atas kekeliruan yang ia buat. Joni tampak memegang kepalanya, karena uang ia gunakan untuk beli pupuk adalah uang modal bertani selanjutnya.
Namun apa daya nasi sudah jadi bubur. Ia hanya bisa memaafkan sang anak, karena ia baru kali ini ia khilaf.
Ia pun sebenarnya lupa mengingatkan, sewaktu anaknya mau berangkat membeli pupuk. Biasanya anaknya lumayan jeli, namun sejeli-jelinya dia, tentu ada masa khilafnya.
“Ya sudahlah… kita coba pupuknya untuk sedikit tanaman dulu. Kalau ada rezeki, kita beli lagi pupuk yang ber-SNI,” ujarnya menenangkan.
SNI Pupuk
Kejadian di atas jelas tidak dialami satu dua orang petani saja. Banyak petani yang tertipu, karena mereka tergiur dengan harga yang lebih murah.