PADANG-Maut datang dalam waktu dan cara yang tak bisa diterka manusia. Bagaimanapun sehat dan bugarnya tubuh, namun jika Tuhan telah menetapkan waktu untuk ‘pulang’, tak seorangpun yang bisa menahannya. Begitulah yang terjadi pada Mantan Rektor Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol (IAIN IB), Prof Sirajuddin Zar yang pingsan saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri Padang, Kamis (30/8). Tubuh yang sudah terkulai lemah itu pun kemudian segera dibawa ke rumah sakit terdekat, namun di perjalanan, pejabat rektor IAIN IB tahun 2007-2011 ini menghembuskan napas terakhirnya.
Dalam proses persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di kampus III IAIN jilid II yang dimulai dari jam 10 pagi, Sirajuddin selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memang tampak sedikit tidak fokus dalam menjawab pertanyaan dari Penasehat Hukum terdakwa. Namun Sirajuddin masih bertahan, dan berusaha menjawab pertanyaan dengan tenang.
Saat Penasehat Hukum terdakwa beberapa kali meminta Sirajuddin memperlihatkan berkas-berkas dan dokumen dalam kesaksiannya, mantan rektor ini masih mampu berdiri tegak di hadapan majelis hakim. Tidak ada tanda-tanda kalau maut sebentar lagi mendatanginya. Setiap pertanyaan yang dilayangkan pun dijawab tenang dan dengan senyum yang ramah.
Hingga kemudian, saat suasana sidang mulai alot, kira-kira sudah empat jam sidang berlangsung, tiba-tiba saja Sirajuddin terkulai di kursinya. Sontak keadaan ini membuat majelis hakim, jaksa, penasehat hukum dan pengunjung sidang tersentak dan panik. Beberapa orang kemudian mengangkat tubuh mantan rektor ini dan membawanya keluar dari ruang sidang.
Tanpa menunggu lama, mantan rektor ini kemudian dinaikkan ke mobil dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Siti Rahmah Aia Pacah. Sidang yang sempat diskor beberapa menit, kemudian dilanjutkan kembali. Tak berapa lama kemudian, kabar duka datang dari rumah sakit. Sirajuddin meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit, atau sekitar pukul 15.58 WIB.
Diketahui, kerabat yang ikut menemani Sirajuddin di persidangan mengatakan kalau mantan rektor ini sedang berpuasa. Walau mengikuti sidang berjam-jam, tidak ada tanda-tanda keletihan atau keluhan yang disampaikan Sirajuddin yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Pasca Sarjana IAIN IB ini.
Petugas jaga Rumah Sakit Siti Rahmah, Ida mengatakan kalau Sirajuddin telah meninggal dunia sebelum sampai di rumah sakit. Ia menyebut kalau mantan rektor IAIN IB ini meninggal dunia karena serangan jantung.
Mendengar kabar duka ini, beberapa kerabat, pejabat di IAIN IB (yang kini berubah nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang), jaksa, pejabat Pemko Padang dan beberapa mahasiswa mendatangi Rumah Sakit Siti Rahmah untuk melihat jasad profesor untuk terakhir kalinya.
Seperti diketahui, Prof Sirajuddin Zar lahir pada tahun 1953. Ia adalah seorang ahli filsafat Islam dan pengajar Indonesia. Ia juga merupakan rektor ke-14 dari Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol (IAIN IB), Padang, Sumatera Barat. Tidak hanya menjadi pengajar dan rektor, Sirajuddin juga melahirkan beberapa karya tulis, yaitu Filsafat Islam, Filosof Dan Filsafatnya Tasawuf Rasional dan Konsep Penciptaan Alam.
Proses Sidang
Dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di kampus III IAIN jilid II ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan enam orang saksi, salah satunya adalah Prof Sirajuddin Zar. JPU dan Penasehat Hukum pun menanyakan beberapa hal tentang tanggung jawab pokok Sirajuddin selaku KPA untuk pengadaan tanah untuk membangun ruang kuliah.
Penasehat Hukum terdakwa sempat bertanya kepada Sirajuddin, apakah terdakwa yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)diundang atau dikutsertakan dalam kegiatan rapat terkait ganti rugi lahan. Sirajuddin menjawab kalau PPK tidak diundang dan tidak diikutsertakan. Dalam keterangannya, Sirajuddin pun banyak menjawab tidak tahu atau lupa atas pertanyaan terkait pengadaan lahan itu.
Selain Sirajuddin, dihadirkan pula saksi yakni Yusrizal Yunus selaku Pelaksana Administrasi yang juga menjabat sebagai Sekretaris KPA. Dalam kesempatan itu Yusrizal mengaku tidak tahu jelas tentang daftar nominatif ganti rugi. Ia mengaku juga tidak menerima berita acara terkait ganti rugi dan juga tidak pernah serah terima dokumen daftar nominatif penerima ganti rugi.
“Saya tidak tahu kenapa PPK tidak diundang dalam rapat terkait pengadaan tanah ini. Saya juga tidak pernah mencek ke lapangan, karena tugas saya di dalam, bukan di lapangan,” kata Yusrizal.
Mendengar keterangan saksi, yang pada saat itu Sirajuddin telah dilarikan ke rumah sakit, Hakim Ketua Sidang, Sri Hartati menilai pekerjaan panitia tidak sinkron dengan PPK.
Adapun dalam dakwaan, Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebutkan, kampus IAIN IB Padang melakukan pengadaan tanah yang bersumber dari dana APBN sebesar Rp 37,5 miliar. Setelah itu rektor IAIN IB Padang, yang saat itu dijabat Sirajuddin menunjuk bagian keuangan termasuk terdakwa Hendri Setiawan selaku PPK saat itu.
Rektor kemudian membentuk ketua pengadaan tanah yang dijabat oleh Salmadanis (perkara sama namun sudah divonis). Tak sampai disana pihak kampus juga membuat tim sembilan dan ini berdasarkan SK rektor. “Setelah terbentuk, Salmadanis membuat rapat bersama rektor dan ditetapkan lokasi yang saat itu di kawasan Sungai Bangek.
Setelah survai lokasi, pihak kampus melakukan pertemuan bersama warga, termasuk saat itu terdakwa Syaflinda, Yeni Syofyan dan Adrian Asril. Selanjutnya pihak kampus bersama warga menetapkan harga tanah, setelah dilakukan penanda tanganan berita acara pelepasan hak dan para terdakwa pun juga ikut menanda tangani.
Ketiga terdakwa menerima biaya ganti rugi tanah, namun tanah-tanah tersebut tidak sesuai dengan aturan yang semestinya sehingga menimbulkan kerugian negara yakninya ada kelebihan pembayaran dan tidak sesuai dengan luas tanah jadi kerugian negara dengan total Rp.1,9 miliar.
JPU menerangkan empat orang itu didakwa jaksa, yakni Hendri Setiawan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan tanah, dan juga Kasubag pada Fakultas Ushuludin, Syaflinda, Adrian Asril serta Yeni Syofyan yang merupakan penerima ganti rugi tanah. Dengan dakwaan primer melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider melanggar pasal 3 ayat (1), Jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus diatas merupakan pengembangan atas kasus IAIN IB jilid I, yang menjerat mantan rektor IAIN Imam Bonjol Padang Salmadanis, yang juga Ketua Panitia Pengadaan dalam proyek tersebut. Serta seorang notaris Ely Satria Pilo. Keduanya telah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Padang pada tahun 2016. Keduanya divonis masing-masing 4 tahun kurungan penjara, serta denda masing-masing Rp200 juta, sudsidair 2 bulan. (wahyu alhadi)