PADANG – Debat ketiga calon presiden 7 Januari lalu ternyata cukup berpengaruh pada penilaian masyarakat. Pemuda Pasaman dan Pasaman Barat pun menyatakan dukungan terhadap pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Dukungan itu pun ditegaskan dalam deklarasi di sebuah kafe di Lubuk Sikaping, Pasaman pada Kamis (11/1/2024). “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuih. Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami generasi muda Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat, mendukung H. Ganjar Pranowo dan Prof. Mahfud MD sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada Pemilu 2024. Salam tegak lurus konstitusi, Salam 3 jari, salam 3 janji,” ujar Tri Noviardi yang ditunjuk untuk memimpin pembacaan deklarasi.
Para pemuda itu pun siap bergerak memenangkan pasangan Capres dan Cawapres dengan nomor urut 3 itu dalam wadah Relawan Ganjar-Mahfud untuk Sumatera Barat (Ragusa) Pasaman Saiyo. Tri Noviardi pun dipercaya sebagai koordinatornya.
Deklarasi tersebut juga dirangkaikan dengan diskusi yang menghadirkan narasumber Koordinator Ragusa Sumbar, Muhamad Jamil dengan tema “PASACA DEBAT KE-3: Antara Kebenaran dan Pembenaran”.
Jamil menilai debat Capres yang dilaksanakan KPU RI pada 7 Januari lalun menyisakan polemik yang luar biasa pada masing-masing pendukung Paslon tersebut. Reaksinyapun beragam; mem-bully, menyayangkan, membanggakan, dan lainnya. “Reaksi dari pendukung ini dapat kita lihat dari berbagai media sosial sebagai pelampiasan apa yang sedang mereka pikir dan rasakan,” katanya.
Ia mengingatkan, amanah UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyiratkan bahwa tujuan debat itu diadakan adalah untuk menyebarluaskan profil, visi dan misi, dan program para pasangan capres dan cawapres kepada pemilih dan kepada masyarakat.
Kemudian memberikan informasi secara menyeluruh kepada pemilih sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan pilihannya, dan menggali dan mengelaborasi lebih dalam dan luas atas setiap tema yang diangkat dalam kampanye pemilu debat paslon.
Ketiga tujuan diadakan debat tersebut katanya, semuanya adalah untuk kemashlahatan rakyat, supaya rakyat betul-betul mengetahui dan lebih memahami Capres yang akan dipilihnya dalam pemilihan umum mendatang. Hanya saja trauma mendalam yang dialami bangsa ini selama Orde Baru tentu saja menjadi latar sejarah yang ditempatkan pada posisi kunci untuk menciptakan negara yang lebih demokratis. “Meskipun demokrasi kita diuji dengan lahirnya “anak haram konstitusi”, sehingga kesucian dan cita-cita demokrasi saat ini terancam, dan indeksnya menurun,” ulas pria yang juga Founder Dangau Institute ini.
Menurutnya, debat atau dalam Bahasa Arab jadala /mujaddalah merupakan kegiatan berdiskusi tentang suatu tema, sehingga didapatkan keputusan akhir yang dikuatkan oleh argumentasi ilmiah. Untuk itu masing-masing Paslon harus mempersiapkan diri dengan berbagai hal supaya argumen mereka bisa dicerna dengan rasionalitas, dan tentunya akan menjadi preferensi rakyat dalam menentukan pilihannya.
Tema debat tanggal 7 Januari itu adalah tentang; pertahanan, keamanan, hubungan internasional, dan geo politik. Masyarakat yang menjadi pendukung Paslon Amin dan Gama menjadi cemas karena tentu saja tema ini akan diungguli oleh Prabowo sebagai orang yang menjadi leading sektor di bidang pertahanan. Akan tetapi, apa yang diharapkan oleh pendukung Prabowo malah sebaliknya.
Debat yang seharusnya menjadi panggung untuk Prabowo malah mempertontonkan terkesan ketidaktahuan serta gagasan yang sama sekali tidak rasional. Ide dan gagasan yang seharusnya terekplorasi dengan baik, malah memperlihatkan sikap yang dinilai tidak etis kepada rakyat, apalagi masyarakat adat Minangkabau yang standar etisnya cukup tinggi.
“Perkataan yang mengatakan orang tidak beretika (indak bataratik), yang saling keluar dari Probowo dan Anies dalam undang-undang nan salapan dikenal dengan dago-dagi dalam hukum adat Minangkabau. Dago bermakna perbuatan merendahkan pribadi orang di depan umum, sedangkan dagi bermakna orang yang direndahkan tersebut merasa direndahkan sehingga timbul reaksi. Prabowo dan Anies ternyata dalam aturan adat Minangkabau sama-sama melakukan dago-dagi karena menyentuh wilayah pribadi, bukan menyentuh ranah kebijakan seperti yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo,” ulas Jamil yang menyandang gelar doktor ini.