PADANG-Gembong narkoba lintas provinsi berhasil dibekuk Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumbar di sejumlah lokasi. Tidak hanya enam tersangka, BNNP Sumbar juga menyita sejumlah barang bukti sabu dan ektasi asal Pekanbaru.
Rencananya barang haram tersebut akan diselundupkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Enam dari tersangka yang ditangkap, satu orang merupakan sipir dan dua diantaranya merupakan warga binaan.
Keenam tersangka itu adalah, Afriadi (35) dan Armen (27) sebagai kurir, yang menjemput narkoba ke Pekanbaru, Riau. Thendry Chrizandi (30) sipir, berperan menyelundupkan narkoba ke dalam lapas. Kemudian David Suarno dan Feri Irawan merupakan narapidana yang berperan sebagai penerima narkoba di dalam lapas.
Tidak hanya itu saja, pemasok barang haram dari Pekanbaru ini, Handani (46) yang juga resedivis, juga ditangkap. Dia dijerat dengan pasal berlapis, mulai undang-undang narkotika hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Untuk Handani, BNNP Sumbar juga telah menyita beberapa asetnya, mulai dari rumah, tanah, ruko, mobil, emas, tabungan dan barang berharga lainya yang dibeli dari hasil penjualan narkoba.
“Seluruh asetnya disita di Sumbar, Riau, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, dengan total Rp3,5 miliar,” kata Kepala BNNP Sumbar, Brigjen Pol Khasril Arifin, saat konferensi pers di BNNP Sumbar, Jumat (24/5).
Khasril mengatakan, keenam tersangka ditangkap di tiga lokasi berbeda. Dari keenam tersangka ini, petugas menyita 500 gram sabu dibungkus dalam satu paket besar dan 29 butir pil ektasi berbagai warna. Narkoba ini akan dijual di dalam lapas maupun di luar lapas.
Selain itu, peredaran narkoba ini, dikendalikan oleh narapidana yang juga melibatkan sipir lapas untuk membantu penyelundupan barang haram ini dari dalam lapas.
“Untuk kurir berjumlah dua orang. Mereka diringkus di jembatan rusak Kayu Tanam, Padang Pariaman, saat mengemudikan mobil. Sementara sipir lapas dan dua warga binaannya ditangkap di Lapas Biaro Bukittinggi. Sedangkan pemasok narkoba ini ditangkap di Pekanbaru, Riau,” ujar Khasril.
Keenam tersangka ini memiliki peranan yang berbeda, namun satu jaringan. Ada sebagai pemasok, kurir dan penjual. Kasus ini, pihaknya tidak hanya menjerat pelaku dengan pidana penyalahgunaan narkotika, namun juga menjerat pelakunya dengan TPPU.
Tujuannya untuk menarik semua aset yang telah dibeli pelaku dari uang keuntungan penjualan narkoba sehingga bisa dimiskinkan. “Pelaku Handani dua kali dipenjara berperan sebagai pemasok narkoba, kita jerat dengan TPPU. Dari hasil pemeriksaan dan pengembangan, kita telah menyita berbagai aset milik pelaku yang berada di empat provinsi. Aset-aset itu dibeli pelaku dari keuntungan jual narkoba. Totalnya Rp3,5 miliar lebih,” katanya.
Dijelaskannya, narkoba yang ditemukan dari pengungkapan kasus ini ada dua jenis, yaitu sabu dan ekstasi. Dari hasil pemeriksaan, narkoba itu dijual sebagian di dalam Lapas, dan juga dijual ke luar lapas. Penyelundupan narkoba yang dilakukan oleh jaringan tersebut diduga sudah berulang kali.
“Kita masih terus mengembangkan kasusnya. Untuk mengungkap bandar-bandar yang terlibat dalam jaringannya. Sudah ada beberapa nama yang kita kantongi. Terkait keterlibatan sipir dan narapidana, kita juga sudah berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak Kemenkumham,” ujarnya.
Sementara itu, Handani (46) alias Aan Mamak mengatakan ia baru bebas dari penjara tahun 2018 di Pekanbaru. Setelah bebas, ia sudah bertekat untuk bertaubat. Namun, selepas menghirup udara bebas, ia masih saja dikejar-kejar oleh jaringan David Suarno untuk meminta bantuan agar narkoba bisa dipasok.
“Saya sudah bilang kalau saya sudah taubat, dan tidak mau lagi terlibat. Tapi dia tetap ngotot, makanya saya bantu saja kenalkan dengan relasi yang pernah berhubungan dengan saya. Tapi, setelah dibantu malah saya ikut digigit. Padahal saya tidak mendapatkan keuntungan apapun,” tutupnya. 109