Briket Tongkol Jagung, Energi Masa Depan yang Ramah Lingkungan

Para pemuda Bandarejo saat mencoba membuat briket arang tongkol jagung

Proses pembuatan briket tongkol jagung sesungguhnya juga tak sulit. Bahkan beberapa petani jagung yang ikut pelatihan dengan dosen UNP juga mengakui tak susah membuatnya. Untuk membuat briket hanya dibutuhkan tongkol jagung yang sudah dibakar dan diayak halus, tepung tapioka dan air.

Sebagai contoh, 1/3 ember seng tongkol jagung kering dibakar. Saat pembakaran sudah merata, maka tutup ember seng tersebut. Biarkan selama dua jam, aduk dan tutup lagi sampai tidak ada lagi proses pembakaran.

Untuk menjadikannya sebagai arang briket, arang yang didapatkan dari hasil pembakaran dihaluskan dan diayak. Lalu timbang seberat 160 gram dan sisihkan.

Agar bisa dibentuk, perlu perekat dari campuran 8 gram tepung tapioka dengan 280 ml air yang dimasak hingga larut menjadi bening dan mengental. Kemudian, campurkan tepung arang briket dengan cairan bening. Aduk hingga tercampur rata.

Lalu uleni adonan dengan menggunakan mesin penggiling daging sebanyak dua kali penggilingan. Bagi adonan menjadi dua bagian dan cetak. Hasil cetakan dijemur selama dua hari hingga benar-benar kering dan dapat digunakan.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan, cara pembuatannya sangat simpel atau mudah. Teknologi pembuatan briket sederhana dan tidak pula memerlukan bahan kimia lain. Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat yang ada dan dibentuk sesuai keinginan.

Selain mendorong petani jagung mengolah limbahnya, pemerintah juga dapat membuat pabrik pengolahan dengan membeli limbah tongkol jagung ke para petani, sehingga menambah pundi-pundi masyarakat dan bisa mendorong peningkatan perekonomian mereka. Bila tak memungkinkan, pemerintah dapat mendorong swasta melakukan dengan saling menguntungkan antara petani dan pengusaha.

Selain itu, juga dapat mendorong masyarakat beralih ke energi alternatif ini mengingat makin menipisnya cadangan gas bumi di Indonesia, sehingga tongkol jagung tidak hanya menjadi limbah tak berguna. (*)