Laporan mutakhir menyebut, tujuh tim dokter hewan disiapkan di titik masuk Makkah termasuk Kaakiya, Shumaisi Tua, Sharaie, Nouriya, dan Hada. Dua tim baru dikerahkan di Husainiya dan Jurana, sebagaimana dilansir ibadah.id.
Maka bertemulah jemaah dengan kambing dari lain benua itu. Luar biasa. Dua makhluk Tuhan, satu manusia, satu binatang bersua dalam bahasa yang tak mereka mengerti dalam sebuah ritual yang tak tertandingi di dunia oleh agama manapun.
Bisnis
Tak sia-sia Nabi menggembalakan kambing kala kecil. Secara fokus Islam menyebut kambing untuk kurban. Untuk dam juga. Maka tak heran kami menyaksikan bertruk-truk kambing datang. Di rumah jagal sekian kambing sedang dikuliti. Inilah bisnis halal yang digeluti dalam musim haji ini.
Akan halnya kambing domestik hari ini, nenek moyangnya adalah kambing liar di Eropa Timur dan Asia Barat Daya, yang di dalamnya ada Saudi Arabia. Kini kambing itu “pulang kampung” dalam sebuah rantai bisnis. Tentu saja dam tak boleh dilihat sebagai sebuah bisnis. Bahwa ada bisnis nengikutinya, alhamdulillah.
Jika dam Indonesia saja Rp300 miliar, belum lagi jemaah dari bangsa lain. Saudi mengimpor kambing musim ini lebih satu juta. Jika satu juta itu saja uang damnya di atas Rp1 triliun.
Jika diinap-inapkan Rukun Islam adalah pangkal dari bisnis halal. Dagang. Makanya, Nabi suka berdagang. Kita sering menerima nasihat bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah dagang. Maka cobalah berdagang rempah atau telur ke Saudi. Bukankah hampir tiap hari ada telur yang bertemu dalam ransum jemaah Indonesia. Nah. (bersambung)