Kota Solok – Sejumlah rekanan yang terlibat dalam proyek-proyek kegiatan fisik akhir tahun 2024 di Kota Solok mengaku resah dan panik akibat tertundanya pembayaran atas pekerjaan yang telah mereka selesaikan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penundaan pembayaran ini melibatkan jumlah dana yang signifikan, diperkirakan mencapai belasan hingga puluhan miliar rupiah. Hal ini terjadi karena keterbatasan kas daerah yang disebabkan oleh belum cairnya dana bagi hasil dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Ketua Forum Masyarakat Solok (FOMAS), Reinier, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah pengaduan dari rekanan terkait permasalahan tersebut. “Banyak yang mengadu kepada kami, meskipun masih dalam bentuk curhatan. Namun, keresahan mereka jelas dirasakan,” ujar Reinier.
Menurutnya, keresahan ini wajar terjadi karena para rekanan umumnya mengandalkan dana pihak ketiga, seperti pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya, untuk mendanai pelaksanaan proyek. “Utang terus berjalan, bunga bank bertambah, sementara uang hasil pekerjaan belum terlihat. Untung atau rugi pun kini menjadi pertanyaan,” ungkap Reinier, mengutip keluhan salah satu rekanan.
Surat resmi dari Wali Kota Solok, Zul Elfian Umar, kepada salah satu OPD yang menjelaskan penundaan pembayaran akibat kas daerah yang tidak mencukupi telah tersebar luas di kalangan rekanan. Informasi ini semakin memperkuat kekhawatiran mereka.
Reinier menyayangkan situasi ini, mengingat nilai utang yang timbul dari kegiatan fisik akhir tahun 2024 bukanlah jumlah kecil. “Kami meragukan koordinasi antara perencana anggaran Bappeda dan pihak Badan Keuangan Daerah (BKD). Sepertinya ini sudah bisa diprediksi sebelumnya, tetapi tetap dianggap remeh hingga akhirnya berdampak besar,” tegasnya.
Ia juga meminta transparansi dari pemerintah terkait total nilai utang kepada para rekanan. “Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Jelas, para rekanan telah dirugikan. Keterbukaan informasi publik harus ditegakkan agar tidak muncul spekulasi bahwa kondisi Kota Solok sedang tidak baik-baik saja,” lanjutnya.
Reinier mengingatkan bahwa kerugian para rekanan ini juga berdampak pada sektor ekonomi lainnya, seperti toko-toko bangunan tempat para rekanan bermitra. “Pemerintah seharusnya hadir untuk melindungi dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat, bukan justru memperlihatkan kelalaian seperti ini,” tutupnya.
Rekanan Khawatir Proses Pembayaran Berlarut-larut
Sementara itu, salah satu rekanan yang enggan disebutkan namanya mengaku khawatir bahwa proses pembayaran akan memakan waktu lama. Ia menjelaskan, pembayaran kemungkinan besar harus melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pelaporan ke pemerintah pusat dan provinsi, serta pembahasan antara DPRD dan Pemko Solok.
“Dana kami tersandera, dan saya yakin ini tidak akan selesai dalam satu hingga empat bulan ke depan karena proses administrasinya cukup panjang,” ujarnya. Kekhawatiran ini semakin memperparah kepanikan yang dirasakan para rekanan terkait situasi tersebut. (oky)