JAKARTA – Pimpinan delapan fraksi Parlemen, minus Fraksi PDI Perjuangan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak mengubah sistem pemungutan suara dari proporsional terbuka menjadi tertutup dalam pemilu.
Bahkan, mereka mengancam bakal mengevuasi anggaran MK jika dalam keputusnnya memenangkan penggungat yang menghendaki pemilu menggunakan sistem tertutup.
Ancaman ini disampaikan salah satu fraksi yang menginginkan agar pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, yakni Habiburokhman dari F-Gerindra
melalui konferensi pers bersama di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/5/2023).
“Apabila MK berkeras untuk memutus ini, kami juga akan menggunakan kewenangan kami. Begitu juga dalam konteks budgeting,” tegas Habiburokhman seraya mengingatkan bahwa DPR RI juga memiliki kewenangan sehingga MK tidak perlu memamerkan kekuasaan.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR RI Kahar Muzakir menyebut para caleg pasti akan melakukan protes ke MK bila benar putusan pemilu proporsional tertutup.
“Kita minta sistemnya tetap terbuka, kalau mereka memaksakan mungkin orang-orang itu (caleg) akan minta ganti rugi (ke MK),” kata Kahar.
Kesempatan sama, Ketua F-PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengingatkan agar MK konsisten. Pasalnya, pada 2008 lalu, MK memutuskan agar pemungutan suara pemilu dilakukan dengan sistem proporsional terbuka.
Masyarakat, masih kata Saleh, sudah tiga kali mengikut pemilu dengan sistem proporsional terbuka yakni 2009, 2014 dan 2019. Ia lantas mempertanyakan jika sistem itu diubah, apakah berarti pemilu tiga kali terakhir tidak sah.
“Sudah 3 kali pemilu terbuka, sah, lalu andaikata tertutup maka gimana status kami? Apa ini tidak sah?” kata Saleh penuh tanya.
Begitu juga yang disampaikan Ketua Fraksi Partai NasDem, Robert Rouw yang bahkan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan. Dia menyinggung klaim Jokowi bahwa cawe-cawe dibolehkan demi kepentingan negara.
“Presiden kami minta beliau sendiri sampaikan beliau harus ikut cawe-cawe untuk menjaga kelanjutan pembangunan dan stabilitas negara dalam rangka pemilu 2024. Rakyat itu menginginkan pemungutan suara dilakukan dengan mencoblos caleg. Bukan logo partai politik,” tegas Robert.
Sebelumnya mantan Wamenkumham Denny Indrayana kemudian mengaku mendapat bocoran apa putusan yang akan dibacakan MK. Dia mengatakan MK bakal mengabulkan gugatan alias mengubah pemungutan suara jadi sistem proporsional tertutup (coblos partai).
Diketahui bahwa saat ini MK masih melakukan uji materi terhadap pasal dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur soal sistem proporsional terbuka (coblos caleg). (Ery)