“Kita tidak membahas soal kohabitasi yang lain seperti soal LGBT, tapi Dewan Pers hanya concern tentang kebebasan pers,” kata Azra.
Untuk itu, Dewan Pers menawarkan DIM ini, agar tidak ada kesan membiarkan delik kriminalisasi terhadap pers.
“Kami yakin bahwa kebebasan berekspresi sangat berkaitan dengan demokrasi. Kalau RKUHP ini dipaksakan, saya khawatir demokrasi jadi mundur,” kata Azra.
Ditegaskan oleh Azra, bahwa Dewan Pers tak menolak RKUHP, tapi membatasi pembahasan yang berkaitan soal pers.
“Makanya kita siapkan hal-hal dalam DIM yang diatur UU 40/99 tentang Pers,” ujar Azra.
Dalam diskusi sekitar 45 menit tersebut, Ichsan Soelistio menyampaikan, sebagai salah satu anggota panitia kerja RKUHP, ada hal yang dikritisi Dewan Pers. Misalnya draf pasal 219 soal penghinaan pada presiden.
Waktu itu dia mencontohkan, ada sapi yang digiring ditulis nama presiden. Menurut Ichsan, perlu dikenai pidana.
Akan tetapi, kalau ada wartawan menulis kejadian itu sebagai kerja jurnalistik, maka hal tersebut termasuk dalam perkecualian.
Soal pasal 263 mengenai berita bohong bisa dipidana, menurut Ichsan, secara prinsip sama dengan pendapat Dewan Pers.
Pihak-pihak yang membuat laporan melalui medsos harus bertanggung jawab.
Pengecualian untuk media yang terdaftar di Dewan Pers atau wartawan yang sudah bersertifikasi.