Kontrak Enam Tahun
Di Pesantren Entrepreneur Payakumbuh, santri yang menjalani pendidikan melakukan kontrak selama enam tahun. Artinya mereka masuk dari kelas 1 SMP dan tamat setelah menempuh pendidikan SMA. Saat ini terdapat 26 santri, terdiri dari 13 perempuan dan 13 laki-laki. Mereka berasal dari berbagai daerah di Sumbar. Seperti Payakumbuh, Limapuluh Kota, Pasaman, Pariaman, Padang dan daerah lain.
Para santri tinggal di asrama yang terletak di atas lahan seluas enam hektare. Di sana mereka tinggal, belajar ilmu agama dan ilmu menjadi seorang pengusaha.
“Pasentren kami menerapkan sistim paket atau pendidikan non formal dan punya ijazah paket sendiri. Kami memilih sistim paket tujuannya agar anak-anak lebih fokus pendidikannya dan ketika mereka tamat bisa terasa langsung manfaat dari ilmu yang mereka dapat, selama sekolah di sini,” beber Ihsan lebih jauh.
Di Pesantren Entrepreneur Payakumbuh memfokuskan dua program bagi santrinya. Program keislaman secara umum. Seperti membaca kitab bahasa Arab,qiroh dan lainnya.
“Khusus program Entrepreneur, memang untuk mempersiapkan mentalitas santri menjadi seorang Entrepreneur. Sebab pembentukan karakter santri lebih utama. Misal mereka tidak malu tampildi depan umum. Menjual dagangan yang dibuat sendiri dan dipasarkan sendiri. Kami siapkan mental santri yang tahan dan kokoh,” kata suamia dari Farida Jasri, S. Komp itu.
Tak jauh dari pesantren terdapat sebuah sekolah. Anak-anak panti memasarkan jualan mereka di sana. Di lapangan, apakah mereka mendapat perlakukan kurang baik, dari sana santri belajar tahan banting. “Santri kami ajarkan agar tidak mudah menyerah. Misal ketika berdagang mereka tidak selalu untung. Ada ruginya juga. Itu tantang dan proses pembelajaran bagi mereka,” urai lulusan S1 Teknik Sipil, ITB dan S2 Manajemen, PPm Jakarta tersebut.
Praktik Entrepreneur dilakukan santri saat Sabtu dan Minggu. Selama tiga tahun berjalan, para santri sudah punya langgan sendiri. Kondisi ini memberikan keuntungan bagi santri, dimana mereka mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah mencapai jutaan.
“Alhamdulillah dagangan santi dari tahun ke tahun meningkat. Sebab mereka sudah ada langanan tetap. Saat memasak anak-anak didampingi pengelola pesantren atau orangtua mereka, sebab kami memang belum punya tenaga dapur. Jadi anak masak sendiri, makanan yang akan dimakan. Setelah masak mereka bereskan semua yang kotor. Itu juga proses pembelajar bagi mereka,” katanya.
Aneka makanan dan minuman yang dibuat santri dibuat dengan modal sendiri. Sebab saat masuk pesantren pada tahun pertama santri wajib menyimpan uang saku yang diberikan orangtua sebesar 25 persen. Misal, jika diberi Rp100 ribu, maka Rp25 ribu akan ditabung. Sisanya dipakai untuk keperluan sendiri.