Senada, Ekonom Indef Bhimas Yudhistira, juga melihat jikalau pemerintah memang bersikeras ingin membubarkan OJK, perlu waktu yang tidak sebentar. Butuh kajian mendalam. Dia mencontohkan, bagaimana lembaga sejenis OJK di Inggris, yakni Financial Service Authority (FSA) yang dinilai gagal menyelamatkan industri perbankan dari krisis 2008, justru baru dibubarkan pada 2013 lalu.
Tak jauh beda, Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah juga ikut bicara soal rencana dibubarkannya OJK ini. Dia tegas menolak jika OJK dibubarkan di tengah pandemi Covid-19 ini. Katanya, masih banyak masalah perekonomian lainnya yang membutuhkan pemikiran bernas, terutama dalam krisis yang terjadi.
Berbuat Lebih Nyata
Biasalah. Tak perlu pula resah. Yang penting, fungsi OJK yang ikut menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan, tetap jalan. Kualitas kinerja tak berkurang. Bahkan tambah semangat.
Betapa tidak, saat sektor ekonomi bangsa ini digerus pandemi, sejumlah kebijakan stimulus untuk menjaga stabilitas keuangan di negeri ini, sudah ditelorkan OJK. Semua ini untuk meredam dampak Covid-19 terhadap industri jasa keuangan dan perekonomian nasional pada umumnya.
Dalam rilis yang disebar OJK, menyebutkan, bahwa stabilitas sektor jasa keuangan harus tetap dalam kondisi terjaga, namun dengan kewaspadaan yang terus ditingkatkan. Makanya, menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, berbagai kebijakan stimulus perlu dikeluarkan OJK di masa pandemi dan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Yang jelas, kebijakan stimulus tersebut selain untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan juga berfungsi untuk menempatkan industri jasa keuangan menjadi katalis dalam menggerakkan roda perekonomian dengan memberikan daya dukung bagi sektor riil.
Seperti diketahui, kebijakan itu meliputi stimulus perbankan, pasar modal, Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), dan kebijakan yang berlaku untuk semua industri jasa keuangan. Dalam menstimulus perbankan, misalnya, OJK telah melahirkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 pada 16 Maret 2020. POJK ini mengatur relaksasi atas restrukturisasi kredit kepada debitur yang terdampak penyebaran Covid-19, baik perorangan, UMKM, maupun korporasi. Skema restrukturisasi diserahkan kepada masing-masing bank sesuai kebutuhan debitur dan kemampuan bank, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Lalu, ada POJK Nomor 18/POJK.03/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Bank pada tanggal 21 April 2020, yang mengatur kewenangan OJK memberikan perintah tertulis untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan/atau integrasi (P3I) maupun menerima P3I. Tujuannya, lagi-lagi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah-tengah pandemi.
Ada lagi POJK Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 pada 2 Juni 2020. Ketentuan ini memberikan relaksasi bagi BPR dan BPRS pada masa Covid-19.
Tak hanya di sektor perbankan, OJK juga meluncurkan kebijakan stimulus pasar modal melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 3/SEOJK.04/2020 tentang Kondisi Lain sebagai Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik, pada 9 Maret 2020. Surat edaran ini mengatur pelaksanaan buyback atau pembelian kembali sahamnya berdasarkan mekanisme yang diatur dalam POJK sebelumnya.
Kemudian, POJK Nomor15/POJK.04/2020 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Sahan Perusahaan Terbuka pada 20 April 2020. Ketentuan ini mengatur penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan secara elektronik (e-RUPS), sebagai upaya membantu mengurangi penyebaran Covid-19. Aturan tersebut lebih diteguhkan dengan keluarnya POJK Nomor16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik pada 20 April 2020. POJK ini lebih kepada teknis pelaksanaan e-RUPS sehingga bisa berjalan secara efektif dan efisien serta mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan.