Seiring dengan itu, dikeluarkan pula POJK nomor17/POJK.04/2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha pada 20 April 2020. POJK ini untuk menyempurnakan definisi dan prosedur transaksi material, memperjelas substansi pengaturan, dan meningkatkan efektivitas pengaturan dalam rangka peningkatan perlindungan pemegang saham publik dan kualitas keterbukaan informasi dalam transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.
Berikutnya, POJK Nomor 37/POJK.04/2020 tentang Tata Cara Pengecualian Pemenuhan Prinsip Keterbukaan bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Merupakan Lembaga Jasa Keuangan dalam Rangka Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, pada 10 Juni 2020. POJK ini bertujuan untuk memberikan pengecualian bagi pelaksanaan prinsip keterbukaan di pasar modal bagi emiten atau perusahaan publik yang merupakan lembaga jasa keuangan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan serta menciptakan stabilitas sistem keuangan.
Tak cukup di bidang perbankan dan pasar modal saja, OJK pun bergerak cepat melihat pentingnya mengeluarkan kebijakan pada industri keuangan non-bank. Ya, ada POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB), pada 14 Maret 2020. POJK ini merupakan kebijakan stimulus yang diberikan OJK bagi IKNB, yang diharapkan bisa menjaga stabilitas industri keuangan non-bank dan memberikan keringanan bagi para debitur, khususnya perusahaan pembiayaan dengan nilai di bawah Rp10 miliar.
Kemudian, POJK Nomor 40/POJK.05/2020 tentang Perintah Tertulis untuk Penanganan Permasalahan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank pada 18 Juni 2020. POJK ini memberikan kewenangan bagi OJK untuk memberikan perintah tertulis kepada LJKNB untuk melakukan maupun menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan/atau integrasi.
Selain kebijakan untuk masing-masing sektor, OJK juga mengeluarkan POJK yang berlaku bagi semua sektor jasa keuangan di masa pandemi Covid-19, yakni POJK Nomor 36/POJK.02/2020 tentang Perubahan Ketiga Atas POJK Nomor 4/POJK.04/2014 tentang Tata Cara Penagihan Sanksi Berupa Denda di Sektor Jasa Keuangan, pada 2 Juni 2020. POJK ini menetapkan pemberian relaksasi kepada para pelaku industri jasa keuangan atas keterlambatan pembayaran sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga dalam keadaan tertentu darurat bencana akibat pandemi.
Yang terbaru, OJK pun memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun. Hal ini setelah memperhatikan asesmen terakhir OJK terkait debitur restrukturisasi sejak diputuskannya rencana memperpanjang relaksasi ini pada saat Rapat Dewan Komisioner OJK pada 23 September 2020.
Perpanjangan restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi. Namun kebijakan perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah masa pandemi ini.
Dan, kalau dirilis, kontan banyak lagi yang diperbuat OJK saat pandemi ini. Namun demikian, tentu tidak semua pihak bisa terpuaskan melalui peran yang diemban lembaga tersebut.
Edukasi tak Bertepi
Ya, terlihat jelas langkah OJK saat pandemi ini. Ada kerja ekstra untuk terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan.
Cukupkah sampai di sini? Tentu tidak. Menurut saya, beberapa hal yang mesti tetap dioptimalkan adalah; pertama, OJK harus kian memperperkuat koordinasi bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), kementerian/lembaga, industri jasa keuangan. Ini selain untuk mendorong dan memastikan sektor riil terus bergerak, juga untuk memperkuat pengawasan akan jalannya roda perekonomian dengan tetap menjaga stabilitas sektor keuangan tentunya.