Hendri Nova
Wartawan Topsatu.com
“Baik bapak-bapak, ibu-ibu, kita berhenti sejenak di rumah makan nanti. Gunakan waktu sebaik-baiknya, terutama untuk mengecek harga pasar produk rempah-rempah yang bapak ibu bawa dari kampung, supaya nanti tidak ditipu tengkulak,” kata Andi, kernet angkutan pedesaan yang membawa petani-petani dari daerah Limau-Limau dan Muaro Aie, Pesisir Selatan.
Kedua daerah ini memang masih sulit mendapatkan sinyal smartphone, sehingga para petani kesulitan melakukan pengecekan harga pasar produk-produk pertanian yang mereka bawa. Sebelumnya mereka sering merasa ditipu tengkulak yang datang ke kampung mereka, dengan memborong jahe, kunyit, pala, cabai merah, cabai rawit, kulit manis, dan lainnya, dengan harga relatif murah.
Maklum saja, untuk mencapai kampung mereka yang jauh ke pelosok dalam Pesisir Selatan Sumatera Barat, dibutuhkan usaha ekstra. Selain jalan yang belum beraspal, juga sinyal komunikasi yang susah didapat.
Akibatnya mereka tidak terlalu tahu perkembangan harga, sehingga kadang pasrah saja dengan ketetapan yang diberikan tengkulak. Mereka baru mengurut dada, ketika anak-anak mereka yang pulang dari belajar sekali seminggu ke kampung untuk menjemput bekal, menginformasikan harga rempah-rempah yang mahal di perkotaan.
Namun setelah mengenal peralatan smartphone, mereka perlahan mulai merasa dicerdaskan. Caranya, dengan berhenti sejenak di rumah makan, lalu melakukan pengecekan harga, dan langsung mencari pembeli besar di perkotaan.
Cara ini membuat mereka bernafas lega, karena harganya jadi jauh lebih tinggi dan itu berarti, keuntungan besar bagi mereka. Sejak saat itu, tengkulak jadi jarang datang ke kampung mereka.
Lain lagi cerita Iwan, yang tinggal di Siberut Kepulauan Mentawai. Ia merasakan manfaat besar dengan terkoneksinya sebagian daerahnya dengan digitalisasi. Meski tidak secepat dan seleluasa di kota, setidaknya mereka jadi tahu perkembangan harga terbaru.
“Selain rempah-rempah, kami juga tahu perkembangan harga ikan kering di kota. Nelayan Kepulauan Mentawai memang memilih menjemur ikan hasil tangkapannya yang tidak terjual segar, sehingga menjadi ikan asin berharga tinggi. Kami menjualnya pada pegawai-pegawai yang pulang ke Padang sekali sebulan, ataupun turis-turis lokal yang datang ke Mentawai,” katanya.
Warga Mentawai juga melek semua kemajuan di kota, dengan lancarnya siaran televisi, meski dengan penangkap parabola. Jadi jangan heran, semua produk laris dipasaran, pasti ada dan tersedia di Kepulauan Mentawai.
Indonesia Terkoneksi Secara Digital
Limau-Limau dan Kepulauan Mentawai merupakan dua daerah yang massuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) Indonesia. Selain itu, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate, seperti dikutip dari republika.co.id, sebanyak 9.113 desa dan kelurahan di wilayah 3T belum terjangkau oleh jaringan 4G, sehingga secara keseluruhan terdapat 12.548 desa dan kelurahan di Tanah Air yang belum bisa menikmati jaringan 4G.
Sebanyak 70.670 desa dan kelurahan sudah terhubung dengan jaringan 4G dari total 83.218 desa dan kelurahan di Indonesia. Menurut Jhonny, perluasan jaringan 4G menjadi tulang punggung dalam mendukung transformasi digital di dalam negeri, terutama di tengah pandemi Covid-19.
Johnny Gerard Plate menargetkan, seluruh wilayah 3T, terhubung dengan jaringan 4G pada 2022, melalui koordinasi dan pembiayaan yang baik dengan berbagai pihak. Menurutnya, jaringan 4G harus ada di seluruh Indonesia sebagai negara kepulauan untuk menunjang transformasi digital.
Menurut Johnny, untuk wilayah di luar 3T yang belum terhubung jaringan 4G, Kemenkominfo telah berkoordinasi dengan beberapa operator selular untuk membangun daerah komersial tersebut yang terdiri atas 3.435 desa dan kelurahan.
Selain itu, Pemerintah menurut Jhonny, seperti dikutip dari kominfo.go.id, menargetkan 50 juta masyarakat Indonesia memiliki literasi digital sampai pada tahun 2024. Upaya itu akan berlangsung melalui pelatihan keterampilan dan peningkatan kompetensi di bidang digital. Sasaran Program Literasi Digital Nasional (LDN) itu, meningkat lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Hal itu menandakan keseriusan Pemerintah dalam melakukan terobosan dan akselerasi di bidang pengembangan SDM digital. Dengan demikian, diharapkan setidaknya terdapat 50 juta masyarakat Indonesia yang akan terliterasi digital sampai tahun 2024 mendatang, dan diharapkan terus meningkat di periode pemerintahan berikutnya hingga menjangkau 100 juta masyarakat Indonesia.
Semakin Digital Semakin Maju
Keseriusan Pemerintah yang akan mendigitalisasi seluruh Indonesia, tentu akan membuat kemajuan merata di semua daerah. Informasi jadi cepat tersampaikan, sehingga literasi di tengah masyarakat semakin baik.
Masyarakat yang tinggal di wilayah 3T tidak akan merasa ketinggalan informasi lagi, sehingga mereka tidak jadi makanan orang-orang yang mengambil keuntungan dari mereka.
Sekarang tinggal koordinasi dengan Kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, agar menyediakan sarana transportasi yang memadai ke wilayah 3T. Jika transportasi lancar, tentu akan menjamin lancarnya distribusi barang dan jasa ke wilayah 3T.
Alhasil, kemajuan informasi terwujud dengan adanya produk dan jasa di sisi mereka. Produk dan jasa yang mereka kenal di banyak informasi, tak perlu dibayangkan lagi untuk bisa dimiliki, namun mereka benar-benar bisa memilikinya dalam bentuk nyata. (*)