Dishut Dorong Ekowisata Berbasis Hutan Desa Berbasis Kearifan Lokal

PULAU PUNJUNG – Belum berkembangnya ekowisata Hutan Desa berbasis kearifan lokal, membuat Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat mengelontorkan program untuk mendorong pengelolaan hutan ekowisata yang dimaksud. Pengelolaan hutan ekowisata guna memecahkan masalah pengelolaan kehutanan sekaligus optimalisasi peran masyarakat dalam pembangunan kehutanan melalui berbagai alternatif pengelolaan model kehutanan.

Ini juga sebagai bentuk keseriusan dalam mengelola kehutanan, untuk kesejahteraan masyarakat.

“Ekowisata bisa menjadi ajang edukasi buat masyarakat dalam mengelola hutan serta bisa mendorong perekonomian masyarakat sekitar hutan,” ungkap Pelaksana Tugas Kepala Kantor KPHP Dharmasraya, Yonefris, Minggu ( 31/1).

Lanjut, Yonefris potensi pengelolaan hutan kemasyarakatan, hutan nagari, hutan adat dan lain sebagainya telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial.

“Kita akan memberikan legalitas terhadap usaha masyarakat dalam memanfaatkan kawasan hutan produksi agar bisa lebih masif dilaksanakan masyarakat,” terangnya.

Ia mengatakan, selain telah memiliki legalitas serta izin usaha pemanfaatan areal dan hasil hutan produksi, masyarakat juga bisa mengajukan bantuan berupa peralatan, permodalan serta sarana prasarana pendukung lainnya dari pihak kementerian baik melalui Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat atau melalui Badan Layanan Umum Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Pihaknya juga mengimbau kepada Walinagari beserta segenap unsur pemerintahannya dan ninik mamak pemegang ulayat agar mulai bersinergi dalam merancang pemanfaatan hutan kawasan produksi sebagai salah satu prioritas untuk dikembangkan agar bernilai ekonomis serta mampu menopang upaya mensejahterakan masyarakat adat atau kaumnya.

Dana desa bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan kegiatan usaha berbasis kerakyatan seperti pengelolaan hutan ekowisata serta pemanfaatan lahan hutan untuk budidaya tanaman pertanian dan perkebunan hingga pemanfaatan potensi kayu dengan melakukan penanaman terlebih dahulu pada areal yang sudah diberikan hak pengelolaannya melalui keputusan menteri.

“Sudah saatnya kita semua berpikir untuk melestarikan serta merawat hutan milik kita tanpa harus menghalangi hak masyarakat untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari kawasan hutan tersebut, ” pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Yozarwardi Usama Putra, mengatakan pengembangan program perhutanan sosial adalah solusi untuk mengurangi konflik antara pemerintah dengan masyarakat terkait pemanfaatan hutan kawasan.

Hal itu ia sampaikan disela-sela kunjungannya ke Kabupaten Dharmasraya, Kamis (21/1) lalu, sekaitan dengan akan disahkannya Rancangan Peraturan Daerah tentang pemanfaatan hasil hutan bagi masyarakat oleh pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat.

Menurutnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, setidaknya ada lima skema tentang Kemitraan Kehutanan yang tergabung dalam program Perhutanan Sosial, bisa menjadi solusi penguraian konflik yang ada di kawasan hutan, yakni Hutan Desa/Nagari, Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat.

“Kendala selama ini banyak pemerintah daerah beranggapan bahwa masalah perhutanan sosial adalah ruang lingkup program nasional, anggapan keliru inilah yang menjadi salah satu pemicu bermunculannya risiko deforestasi atau pengalihan fungsi hutan oleh masyarakat, ” pungkasnya. ( roni )