PADANG-DPRD Sumbar menolak draf kebijakan umum anggaran – plafon penggunaan anggaran sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun 2019 yang diberikan Pemprov Sumbar. Draf itu pun dikembalikan ke Pemprov untuk diperbaiki.
Penolakan DPRD ini karena ketidaksetujuan terhadap beberapa mata anggaran. Diantaranya, anggaran untuk pembangunan jembatan layang di Lolong, Padang, pembangunan Main Stadion di Padang Pariaman, pembangunan gedung kebudayaan dan kenaikan kenaikan tambahan penghasilan pegawai (TPP) untuk pegawai negeri senilai Rp244 miliar.
Dengan dikembalikannya draf itu ke Pemprov, penyusunan APBD Sumbar Tahun 2019 pun tertunda. Padahal sesuai peraturan pemerintah pusat, setiap provinsi harus mengesahkan KUA-PPAS paling lama pada minggu pertama Agustus.
“Perbaikan draf harus segera dilakukan secepatnya. Sehingga kita bisa memenuhi jadwal pengesahan APBD yang paling lambat Desember,” ujar Wakil Ketua DPRD Sumbar, Arkadius Dt. Intan Bano seusai rapat paripurna pengambilan keputusan tentang KUA-PPAS APBD Tahun 2019, Senin (6/8).
Jika nanti pembahasan tak menemukan titik sepakat, kata dia, maka akan diperlukan fasilitasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pada draf KUA-PPAS itu, APBD Sumbar untuk Tahun 2019 direncanakan naik menjadi Rp6,5 triliun. Sementara Tahun 2018 hanya Rp6,4 trilun.
Arkadius menjelaskan dari total sembilan fraksi partai di DPRD, lebih dari setengahnya belum bulat menyetujui draf KUA-PPAS. Yakni, Golkar dengan tegas menolak draf KUA PPAS tersebut. Empat lainnya, yakni Nasdem, Hanura, Demkorat dan fraksi gabungan (PDIP, PKB, PBB) belum bisa menyetujui dan menilai perlu banyak perbaikan. Sementara empat lainnya, yakni PKS, PAN, PPP, Gerindra bisa menerima.
Arkadius mengatakan sesuai dengan prosedur, jika sebagian fraksi masih menolak, maka DPRD secara lembaga tak bisa mengambil keputusan untuk menerima atau menyepakati sebuah kebijakan. Termasuk pula persetujuan untuk KUA-PPAS APBD Tahun 2019.
“Akhirnya seluruh fraksi, sebanyak 9 menyepakati untuk mengembalikan KUA-PPAS APBD itu agar diperbaiki lagi oleh Pemprov,” ujarnya.
Arkadius mengatakan DPRD menilai dalam draf tersebut ada beberapa proyek yang dinilai tak strategis untuk segera diselesaikan dan menelan terlalu banyak anggaran. Apalagi di lain sisi, masih banyak program lain yang juga harus didanai.
Misalnya untuk Main stadion dianggarkan Rp100 miliar dengan target bisa selesai tahun 2020 demi acara MTQ. Padahal, kata dia, dengan dana sebanyak itu target tetap tak akan tercapai. Hal ini dikarenakan jika disepakati Rp100 miliar untuk APBD Tahun 2019 berarti Main Stadion sudah menyerap Rp345 miliar. Itu pun belum cukup. karena masih butuh Rp762 miliar lagi sampai gedung itu selesai. Belum lagi ditambah dengan pembangunan jalan Rp185 miliar.
“Kita sudah anggarkan banyak tapi tetap target 2020 tatak tercapai. Akan lebih baik jika kita bagi dananya untuk kebutuhan lain yang mendesak,” ujarnya.
Juru bicara fraksi Demokrat DPRD, M. Nurnas menambahkan mereka juga tak menyepakati anggaran untuk jalan layang di Lolong, Padang. Hal ini dikarenakan perlu ada kejelasan terkait pembangunannya yang terlalu dekat dengan tepi pantai.
“Kita harus pastikan dulu apakah pembangunan itu tak menyalahi peraturan dari pemerintah pusat,” ujar Nurnas.
Belum lagi, kata dia, pembangunannya telah dilakukan sejak Tahun 2016. Sementara izinnya baru keluar 2017.
“Ini sama dengan pembangunan gedung kebudayaan. Izin baru keluar 2017 tapi pembangunan sudah dimulai 2015,” katanya.
Selain itu, untuk gedung kebudayaan, Fraksi Demokrat menilai juga belum ada kejelasan wilayah itu boleh atau tidak untuk didirikan bangunan.
” Anggarannya diusulkan Rp45 miliar. Ini kan besar, pastikan dulu,” ujarnya.
Sementara itu, untuk tambahan penghasilan pegawai (TPP) untuk pegawai negeri yang diusulkan Rp244 miliar, Fraksi Golkar menolak. Juru bicara fraksi golkar, Saidal Masfiyudin mengatakan kenaikan TPP ini terlalu besar.
Golkar, kata dia, menilai tak perlu sebesar itu karena pegawai negeri sudah mendapatkan gaji dan tunjangan yang mencukupi.
“Seharusnya dananya bisa dibagi untuk guru honorer yang gaji mereka sangat kecil,” ujar Saidal.
Jika dihitung-hitung, kata dia, guru honorer hanya digaji Rp700 ribu per bulan. Bahkan ada yang kurang dari itu.
“Ini kan sangat jauh dibawah UMR (upah minimum regional). Ini yang
Harus diperhatikan. Apalagi sekarang SMA/SMK sudah wewenang pemprov,” ujar Saidal.
Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit yang hadir pada rapat paripurna DPRD hari itu mengatakan setelah draf KUA PPAS APBD dikembalikan maka mereka akan melakukan pembahasan ulang. Pembahasan akan dilakukan efektif dan cepat agar pembahasan APBD Tahun 2019 tak tertunda lama. (titi)