JAKARTA – DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) secara resmi meluncurkan platform e-pendidikan yang fokus pada pendidikan karakter, yang dinamai http://pondokkarakter.com.
Ketua Umum DPP LDII Chriswanto Santoso mengatakan kegiatan peluncuran tersebut diikuti 514 studio mini dan sekitar 2.000 orang peserta.
“Pondokkarakter.com merupakan kontribusi LDII untuk bangsa, yang menyasar kepada subjek pendidikan bukan pada objek atau siswa,” kata dia.
Ia mengatakan pondokkarakter.com merupakan digitalisasi bidang pendidikan dari delapan bidang pengabdian LDII yang terdiri dari: Kebangsaan, Dakwah, Pendidikan, Energi Terbarukan, Kesehatan, Ekonomi Syariah, Pertanian dan Lingkungan Hidup, dan Teknologi.
“Kami berusaha memadukan kebangsaan dan religiusitas dalam http://pondokkarakter.com. Bedanya, selain fokus kepada pembentukan karakter, platform e-pendidikan ini menyasar kepada subjek atau penyelenggara pendidikan bukan kepada siswa atau anak,” ujar Chrsiwanto.
Pembentukan karakter ini merupakan proses panjang, yang targetnya pada 2045, cita-cita mengenai Indonesia Emas bisa terwujud
“Pemerintah saat ini bercita-cita pada tahun itu, Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai US$23.000 per kapita. Mewujudkan hal tersebut bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, masyarakat juga harus turut andil,” ujar Chriswanto.
Sementara itu, konsultan senior dari Sinergi Consulting, Nugroho Ananto mengatakan, karakter merupakan pembeda antara individu dengan individu keluarga dengan keluarga lainnya, bahkan menjadi pembeda antara bangsa satu dengan bangsa yang lainnya.
“Pada umumnya karakter mempresentasikan prilaku yang diterima masyarakat, seperti kejujuran, penghargaan, dan tanggung jawab. Hal tersebut merupakan bagian dari nilai moral. Artinya wilayah pendidikan karakter ini luas tak dibatasi kelas, sebagaimana pendidikan ilmu pengetahuan yang membentuk kognisi,” ujar Nugroho Ananto.
Pendidikan karakter yang baik, akan menghasilkan lingkungan yang baik. Lingkungan inilah yang membentuk masyarakat berkarakter, hingga menciptakan bangsa atau negara yang memiliki karakter yang baik pula.
“Seseorang yang bisa dipercaya karena kejujurannya, dihormati karena karyanya bukan fisik dan harta, serta memiliki tanggung jawab bisa dikatakan memiliki karakter yang baik,” kata Nugroho. Sayangnya, menurut Nugroho, pendidikan karakter ini justru tak maksimal. Para pengajar atau penyelenggara pendidikan lebih fokus kepada kognitif.
Pembelajaran mengenai karakter tersebut unik, tak seperti mempelajari ilmu pengetahuan. “Pendidikan karakter sangat berkaitan dengan pemaknaan terhadap nilai. Sementara pemaknaan tersebut sangat bergantung kepada keluarga atau lingkungan di mana seseorang hidup,” ujarnya.