AGAM – DPRD Sumbar mulai membahas rancangan peraturan daerah (ranperda) baru tentang tanah ulayat.
Dalam mencari masukan untuk pembaharuan perda tanah ulayat ini, DPRD Sumbar membahas hal tersebut dengan wali nagari dan tokoh adat di Kabupaten Agam, Selasa (10/1).
Bertempat di Aula Kantor Bupati Agam, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Suwirpen Suib menilai soal Perda Tanah Ulayat ini memang hal rumit dan banyak menimbulkan masalah.
“Padahal perda seharusnya bisa melindungi masyarakat dengan tanah ulayatnya,” katanya.
Dia menilai, Kabupaten Agam memiliki banyak permasalahan tanah ulayat, tapi bisa diselesaikan. Maka hal ini menjadi pilihan DPRD Sumbar untuk menelisik sehingga bisa menjadi pembaharuan yang optimal untuk perda tersebut.
Sementara itu, Ketua Pansus Ranperda Tanah Ulayat, Desrio Putra mengatakan bahwa Sumbar sudah memiliki perda terkait tanah ulayat ini, yaitu Perda Nomor 6 2008.
“Coba lihat, saat ini, perda itu tidak efektif. Maka perlu perda pembaharuan,” kata Desrio.
Dalam ulayat kaum dikatakan persoalan dengan pihak lain namun yang terjadi polemik adalah yang berkaitan tanah ulayat nagari karena kondisi sekarang dan perkembangan banyak tanah ulayat nagari ada yang bekerjasama dengan pihak swasta.
“Kita ingin tanah ulayat ini berstatus tetap dan tidak dapat berpindah hak kecuali kesepakatan semua pemilik ulayat. Selain itu azas pemulihan tanah ulayat yang dikerjasamakan setelah dipulihkan agar kembali ke pemiliknya bukan kepada pemerintah,” katanya.
Dengan perda pembaharuan terkait tanah ulayat ini, pihaknya juga mendorong program percepatan sertifikasi pertanahan agar tanah ulayat ini bisa miliki legalitas dan terdata meski kepemilikan tanah dimiliki masyarakat hukum adat.
“Soal tanah ulayat ini dengan legalitasnya, perlu diperjelas dan diperkuat,” pungkasnya.
Kemudian, Sekda Kabupaten Agam, Edi Busti dalam sambutannya menyebutkan saat ini Kabupaten Agam terdiri dari 92 nagari dari sebelumnya berjumlah 82 nagari.