Hendri Nova
Wartawan topsatu.com
Satu hal yang sangat disayangkan, jika sampai sekarang Indonesia masih juga belum memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan penghasil energi listrik. Padahal energi terbarukan Indonesia sangat melimpah, sehingga bisa mewujudkan kemandirian energi.
Indonesia masih mau dibuat susah dengan energi fosil yang jumlahnya kian sedikit, seiring bertambahnya umur dunia. Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, seperti dikutip dari esdm.go.id, berdasarkan rekapitulasi data Kementerian ESDM, Indonesia hanya memiliki cadangan terbukti (proven reserved) untuk minyak bumi sekitar 3,2 sampai 3,3 miliar barel.
Dibandingkan dengan cadangan minyak dunia, Indonesia hanya memiliki 0,2 persen. Sementara, untuk cadangan gas terbukti 1,5% dari total cadangan dunia.
Jika Indonesia masih bertahan menggunakan energi fosil, maka Indonesia akan terus menderita kerugian karena harus mengimpor energi fosil dari luar negeri. Indonesia akan semakin jauh dari kedaulatan energi, sehingga mudah dipermainkan harga pasar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) seperti dikutip dari bisnis.com, ketergantungan Indonesia pada impor migas masih sangat tinggi. Impor migas pada April 2020 tercatat senilai US$850 juta. Secara total nilai impor pada April 2020 mencapai US$12,54 miliar.
Sementara permintaan energi final nasional tahun 2025 seperti dikutip dari Indonesia energi outlook 2019 Kementerian ESDM, pada skenario Business as Usual (BaU), skenario Pembangunan Berkelanjutan (PB), dan skenario Rendah Karbon (RK) masing-masing sebesar 170,8 MTOE, 154,7 MTOE dan 150,1 MTOE.
Permintaan energi final pada tahun 2050 dengan skenario yang sama
masing-masing sebesar 548,8 MTOE, 481,1 MTOE dan 424,2 MTOE. Pada tahun 2025, permintaan energi untuk seluruh skenario masih didominasi oleh sektor transportasi yaitu sekitar 35% dan pada tahun 2050 didominasi oleh sektor industri antara 37-42%.
Permintaan listrik pada tahun 2025 pada masing-masing skenario akan tumbuh sekitar 11-12% sehingga akan mencapai 576,2 TWh (BaU), 537 TWh (PB) dan 520,7 TWh (RK) dan pada tahun 2050 akan tumbuh sekitar 6-7%, sehingga akan mencapai 2.214 TWh (BaU), 1.917,9 TWh (PB) dan 1.625,2 TWh (RK). Permintaan listrik sampai tahun 2050 di semua skenario masih didominasi oleh sektor rumah tangga, kemudian sektor industri dan komersial.
Sementara Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Unggul Priyanto, seperti dikutip dari bppt.go.id mengatakan, Indonesia sudah darurat energi. Hal ini patut menjadi alasan untuk Indonesia mengubah mindset, bahwa Indonesia sudah tidak menjadi penghasil minyak yang bersifat surplus.
Berbagai kajian telah membuktikan bahwa Indonesia kedepan berpotensi menjadi negara pengimpor minyak, manakala Indonesia tidak mengganti prilaku konsumsi energi sehari-hari. Pola konsumsi energi dunia, maupun Indonesia saat ini, masih didominasi energi fosil dalam bentuk minyak bumi, gas, dan batu bara.
Hal ini jelas merupakan tantangan yang berpotensi menjadi ancaman di sektor energi, yang memerlukan penanganan serius. Kondisi minyak bumi sendiri hampir sampai di batas. Sejak 1991, ditunjukkan bahwa produksi minyak Indonesia terus menurun. Penyebabnya adalah produktivitas sumur-sumur yang ada semakin berkurang.