Citra mengungkapkan, dengan usia operasional pembangkit fosil seperti PLTU yang mencapai 30 tahun, risiko ini akan menjadi kerugian di masa mendatang. Selain risiko stranded assets, juga berkaitan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi GRK yang mensyaratkan pengurangan penggunaan energi fosil pada bauran energi nasional.
Menurut Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Unggul Priyanto, seperti dikutip dari bppt.go.id mengatakan, Indonesia saat ini juga sedang giat mengembangkan energi baru terbarukan. Salah satunya adalah mengembangkan biodiesel dengan campuran 10 persen.
Bahan bakar nabati yang digunakan sebagian besar berasal dari minyak kelapa sawit. Sejak 1 September 2013, pemerintah mewajibkan solar yang dijual adalah jenis biodiesel dengan persentasi 10 persen (B10). Mulai April 2015, komposisinya dinaikkan menjadi B15.
Seharusnya, B20 atau kandungan bahan bakar nabati 20 persen pada solar diberlakukan mulai 2016. Namun, hingga kini penerapan B20 masih tertunda. Pada kurun waktu 2015 hingga awal 2018, harga bahan bakar minyak memang sangat rendah, di bawah US$ 45 per barel, sehingga harga bahan bakar nabati menjadi lebih mahal dan tidak ekonomis karena akan mengerek naik harga biodiesel. Konsumsi bahan bakar nabati domestik pada 2017 mencapai 2,4 juta kiloliter.
Kalau pada akhirnya pilihannya adalah listrik, maka pemerintah juga harus mempertimbangkan jumlah pasokan. Saat ini, negara-negara di seluruh dunia sedang berlomba-lomba melakukan riset soal mobil listrik, sebagian lagi bahkan sudah memproduksinya.
BPPT pun, saat ini sudah mengembangkan purwarupa Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) untuk kendaraan listrik. Hal ini menurutnya patut disebarluaskan, bahwa Indonesia memiliki progress dalam hal kesiapan untuk penerapan maupun produksi kendaraan listrik.
Saatnya Andalkan EBT
Untuk menjadikan Indonesia menjadi negara berdaulat akan energi, maka secara perlahan namun pasti harus meninggalkan ketergantungan pada energi fosil. Indonesia harus mengeluarkan regulasi untuk masa depan, untuk menggunakan EBT dalam setiap kebutuhan energi.
Indonesia harus mengeluarkan aturan bahwa kendaraan di masa datang adalah kendaraan hybrid yang menggunakan tenaga listrik dan bahan bakar nabati biodiesel. Jika nanti telan ditemukan teknologi baterai yang tahan lama dan teknologi isi ulang baterai yang supercepat, maka Indonesia sepenuhnya bisa mengandalkan energi listrik dari EBT, di setiap kebutuhan energi.
Sektor transportasi yang memakan energi sampai 35% bisa dihemat, dengan sepenuhnya digerakkan oleh listrik. Mobil-mobil listrik, kereta api listrik, motor listrik, dan lainnya, akan menjadi pemandangan umum di Indonesia.
Transportasi listrik ini tentu akan terwujud, jika Indonesia memberikan aturan bahwa mulai tahun tertentu, semua kendaraan yang bergerak di Indonesia harus digerakkan listrik. Pemerintah tidak akan lagi menyediakan BBM, sehingga akan membuat produsen kendaraan hanya melahirkan kendaraan-kendaraan berbahan bakar listrik.