PADANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) telah memulai penyusunan rancangan peraturan daerah (ranperda) perubahan tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Tahapan proses pembahasan sesuai aturan yang berlaku telah pula dilaksanakan. Sah satunya tahapan penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi tentang ranperda tersebut. Total tujuh fraksi di DPRD telah menyampaikan pandangan umumnya dalam rapat paripurna DPRD bersama gubernur, Jumat (17/11) di gedung DPRD.
Dalam rapat paripurna tersebut, Fraksi Gerindra menyampaikan sejumlah poin penting yang perlu diperhatikan dalam pembahasan dan penyusunan ranperda tersebut.
Ketua Fraksi Gerindra, Hidayat mengatakan, persoalan tata ruang dan wilayah masih menjadi permasalahan yang serius pada saat ini. Ia memaparkan, berdasarkan catatan dari LBH Padang tahun 2022, di Sumbar masih terus terjadi konflik agraria antara petani atau masyarakat adat dengan perusahaan atau negara.
“Ada 13 titik konflik agraria dengan seluas 11.930 Hektare yang tersebar di tujuh Kabupaten pada tahun 2022 lalu,” ujarnya.
Tipologi konflik agraria yang sedang terjadi pada sektor pertambangan, perkebunan, Ibukota Kabupaten, proyek strategi nasional dan Kehutanan.
Mengingat banyanya konflik agraria ini, Gerindra mingingatkan tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang. Pelibatan masyarakat ini ia nilaj dapat menambah dukungan dan penerimaan masyarakat terhadap pengembangan wilayah.
Selain itu, Gerindra juga menilai perlunya muatan tentang strategi menghadapi bencana dalam ranperda RTRW. Hal ini dikarenakan Sumbar sudah sejak lama dikenal sebagai daerah rawan bencana.
“Beberapa pihak bahkan memberikan label Sumbar sebagai supermarket berncana, karena seluruh jenis bencana ada di daerah ini. Mulai dari ancaman banjir, longsor, gunung meletus hingga gempa bumi dan tsunami. Namun sejauh ini, kami belum mendengar ada peta rawan bencana yang menjadi pegangan. Kurangnya perencanaan pada ketahanan terhadap bencana bisa menimbulkan persoalan baru,” ujarnya.
Terkait pelibatan publik, Fraksi PKS juga menilai hal tersebut amat penting dilakukan. Juru bicara Fraksi PKS, Rafdinal mengatakan dikarenakan ranperda RTRW merupakan ranperda yang diberlakukan untuk jangka panjang maka perlu disusun dengan azas meaningfull participation.
“Dalam menyusun ranperda ini harus melibatkan seluruh elemen masyarakat dan menampung partisipasi publik,” ujar Rafdinal.
Ia menilai rencana tata ruang wilayah ini harus mengakomodir partisipasi publik karena juga dikarenakan dalam pembuatan ranperda ini menganut asas keterbukaan.
Saat rapat paripurna itu, Fraksi PKS juga mempertanyakan tentang bagaimana integrasi antara tata ruang laut dengan tata ruang darat dalam ranperda RTRW tersebut. Kemudian tentang pentingnya penyesuaian rencana tata ruang kabupaten/kota dengan RTRW Provinsi.
Kemudian Fraksi Demokrat mempertanyakan tentang bagaimana kebijakan tata ruang yang ada kaitannya dengan keuangam daerah.
“Kebijakan tata ruang mempunyai implikasi yang luas, salah satunya dikaitkan dengan dampaknya terhadap kegiatan perekonomian dan juga kepada keuangan daerah. Oleh karena itu kami menilai perlu ada kebijakan tata ruang yang berdampak pada keuangan daerah,” ujar Ketua Fraksi Demokrat, Ali Tanjung.
Ia menambahkan, kebijakan tata ruang tidak hanya membagi ruang ke dalam fungsi dan peruntukan, tetapi juga mempunyai tujuan tertentu, termasuk diharapkan mempunyai dampak terhadap ketimpangan terhadap wilayah. Oleh karena itu, Demokrat meminta penjelasan dari pemerintah daerah mengenai bagaimana RTRW ini akan mengurangi kesenjangan antar wilayah di antara Kabupaten/Kota di Sumbar.
Ali Tanjung menambahkan, ranperda RTRW Sumbar Tahun 2023-2043 ini juga perlu menyesuaikan dan menyelaraskan dengan visi dan misi pembangunan Sumbar yang termaktub dalam RPJMP Sumatera Barat.
Sementara itu, Fraksi Golkar mempertanyakan apakah dalam penyusunan RTRW dan pengikutsertaaan akan ada penggusuran pemukiman penduduk.
Selain itu, Ketua Fraksi Golkar, Zulkenedi Said mengatakan Golkar meminta jaminan bahwa RTRW yang akan disusun dan ditetapkan tersebut akan dipatuhi dan dilaksanakan secara konsisten.
“Selama ini, titik lemah dari RTRW adalah tidak konsistennya pemerintah daerah maupun pemerintah pusat mematuhinya,” ujar Zulkenedi.
Selain itu Golkar juga menyoroti tentang pasal terkait kewajiban dalam draf Ranperda tersebut. Hal ini dikarenakan, di dalam drad ranperda tersebut pada Bab IX mengatur tentang hak, kewajiban dan peran nasyarakat dalam penataan ruang. Namun tidak ada aturan kewajiban pemerintah daerah.
Fraksi Golkar juga berharap jika rsnperda ini nantinya telah ditetapkan, maka harus dipastikan menjadi acuan atau rujukan pembangunan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat. Sehingga tujuan ranperda ini dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Kemudian Fraksi Gabungan PPP-Nasdem, juru bicaranya Daswipetra memparkan bahwa pengaturan dan penataan tata ruang ini merupakan upaya pengalokasian ruang bagi kegiatan pembangunan untuk menjaga keberlanjutan fungsi ruang. Selain itu, juga untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan ekosistem lainnya.
Memperhatikan tujuan upaya tersebut, lanjut Daswipetra, fraksi gabungan PPP-Nasdem mempertanyakan rencana detail tata ruang di wilayah perkotaan yang akan menjadi dasar pemberian izin pemanfaatan ruang.
Selain itu, ia mengatakan, dalam hal penguasan dan perlindungan lahan, sering terjadi banyak masalah karena upaya memenuhi kepentingan Negara, kebijakan Kepala daerah dan perkembangan kepentingan masyarakat. Sedangkan secara prinsip negara atau daerah lebih mengedepaankan keberpihakan kepada masyarakat.
“Ini mengakibatkan sering terjadi konflik kepentingan. Bagaimana pemerintah daerah mengatasi kondisi tersebut agar tidak ada kerugikan secara masif pada masyarakat. Apalahi jika hanya merujuk pada norma hukum saja?” tanyanya.
Lalu, Fraksi Gabungan PDIP – PKB. Fraksi gabungan ini mempertanyakan tentang sejauh mana korelasi antara RPJMD yang sudah ditetapkan dengan draf RTRW. Hak ini dikarenakan RTRW merupakan induk perencanaan pembangunan dan juga merupakan sumber data operasional program-program yang tertuang dalam RPJP dan RPJMD.
Ketua Fraksi Gabungan PDIP-PKB, Albert Hendra Lukman mengatakan RTRW ini sangat penting karena akan menjadi dasad arah dan tujuan daerah.
“RTRW akan bersinergi dengan RPJMD, RPJP dan visi misi kepala daerah yang menjadi kompas pembangunan di Sumbar,” katanya.
Mengingat hal itu, fraksi tersebut mempertanyakan apakah sektor unggulan yang ada di RPJMD dan RPJP sudah disesuaikan dengan RTRW ini. Terutama sektor unggulan seperti pertanian, perdangan dan industri serta sektor pemenuhan ekonomi baru yakni pariwisata.(*)