Strategi glembuk
Di dalam tayangan ILC saya tidak sempat mendeskripsikan tentang Glembuk mengingat durasi berbicara yang terbatas. Banyak yang menagih saya penjelasan mengenai Glembuk itu, setelahnya. Sekarang sedikit saya jelaskan. Dalam literatur, Glembuk dalam kultur Jawa, adalah cara atau tekhnik mengambil dan melunakkan hati kawan maupun lawan dengan cara antara lain merendahkan diri sambil memuji kelebihan kawan. Glembuk juga menjadi strategi merangkul dan menaklukkan musuh. Sejak mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI hingga menjadi Presiden RI strategi itu melekat pada Jokowi. Mulai dari masuk gorong-gorong, serta penampakan kesederhanaan dalam berpakaian menjadi antitesa umumnya para pejabat. Puncaknya ketika berhasil ” meringkus” Prabowo Subianto menjadi pembantunya di kabinet, dari sebelumnya sebagai kompetitor dalam dua kali pilpres.
Dalam penelitian Bambang Hudayana, seorang antropolog UGM lewat yang menulis “Glembuk, Strategi Politik Dalam Rekrutmen Elite Penguasa di Desa Pulungsari Yogyakarta” ia mengkonfirmasi bagaimana Glembuk bekerja.
Glembuk di artikan sebagai suatu cara “halus” untuk membujuk masyarakat atau tokoh memberikan dukungannya saat pemilihan kelak. Bujukan ini bisa diartikan dalam lingkup yang banyak. Bisa berupa memberikan jabatan tertentu atau memberikan berupa “sumbangan” kebutuhan masyarakat atau desa. Dalam glembuk, kata kunci yang tepat adalah sedikit merendah dan dengan sikap halus. Tak peduli itu lawan sekalipun. Menggunakan Glembuk berarti juga mencoba merangkul lawan politik agar mau mengalah dan memberikan dukungannya. Tentu ada “imbalan” dalam prosesi ini.
Desa Pulungsari yang dijadikan tempat penelitian Bambang Hudaya mengalami arti Glembuk yang sebenarnya. Dengan sikap “basa-basi” dan halus, para elit warga yang hendak menjadi pemimpin di desa itu mendatangi para tokoh warga. Memberikan sumbangan dan kebutuhan tertentu, dianggap sebagai balas jasa yang harus dilakukan demi mendapat sebuah restu. Tentu ini menarik, sesuatu yang dianggap politik uang, diterjemahkan menjadi sebuah imbal jasa yang wajar.
Rocky Bintang ILC
Rocky Gerung kembali menjadi bintang ILC malam itu. Dalam sehari penayangannya, tercatat ILC ditonton hampir 500.000 orang dengan komen sebanyak 5.300, yang hampir seluruhnya memuji Rocky. Like ILC 9300 dan nol dislike.
Malam itu, Rocky kembali menyatakan, gegeran tidak akan berhenti dalam dunia politik di Indonesia selama “Presidential Threshold” yaitu minimal punya 20 % suara/ kursi partai di parlemen untuk mengajukan calon presiden, masih berlaku.
” Selama ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh Parpol tidak dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, jangan berharap ada demokrasi di negeri kita,” ucap Rocky.
Dunia politik Indonesia, sambung Rocky, selamanya hanya akan melahirkan tragedi seperti dalam dramaturqi Yunani. Akan selalu ada pengkhianatan, pembangkangan dan darah. “Sebab, dengan “presidential threshold” sebesar itu
demokrasi Indonesia hanya menjadi permainan oligarki. Mereka sudah mengantongi tiket untuk kompetisi, sementara banyak parpol masih harus banting tulang seperti anjing yang mengumpulkan tulang-tulang atau remah-remah dari sisa makanan di bawah meja makan pesta oligarki,” papar Rocky bermetafora.
Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk “sedikit” dan “memerintah”.
“Bung Rocky diberikan kesempatan terakhir berbicara setelah menangkap konsep dan pemikiran para narasumber yang bercerita, berasumsi, beretorika plus sugesti. Dalam kurang dari 10 menit, berhasil memberikan pencerahan pada filosofi demokrasi sebagai executive summary. Klimaks. Terima kasih Bang Karni Ilyas sudah menjadi sutradara drama ini. Dan, para nara sumber lainnya yang sudah berperan apik sesuai perannya masing-masing.
“Sesungguhnya rakyat Indonesia lah atas kekuasaan tertinggi di negara ini. Jadi, siapapun nanti di atas yang mewakili suara rakyat, jangan ambil peran sebagai komparador-komparador di panggung sandiwara politik ini, ” itu komentar netizen atas nama Indra Maret. Izin komentar itu saya jadikan penutup tulisan ini.(*)