Pihaknya menilai ada beberapa alasan yang menjadi dasar dalam mengajukan praperadilan seperti ketidak jelasan mekanisme penyidikan perkara.
Dimana penyidik mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yaitu pada 2 Juli 2021 dan 9 Mei 2022 sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam hal penyidikan suatu perkara pidana.
Selain itu, pasal yang disangkakan dalam dua SPDP juga dinilai berbeda, dimana pada surat pertama pasal yang disangkakan adalah 8 Juncto (Jo) 15 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan pada SPDP kedua yang dikeluarkan pada 9 Mei 2022 pasal sangkaan adalah 12 huruf e Jo pasal 8 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kami menilai terdapat mekanisme yang tidak jelas dalam penyidikan perkara serta terdapat keragu-raguan dari termohon (Polresta padang) dalam menerapkan pasal,” kata kuasa hukum Ilham Maulana saat membacakan permohonan praperadilan dalam sidang sebelumnya.
Pihak Ilham Maulana juga menilai status tersangka yang ditetapkan oleh pemohon tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana ketentuan KUHAPidana.
Oleh karena itu pihaknya meminta agar hakim yang menyidangkan perkara menyatakan penetapan tersangka terhadap Ilham Maulana tidak sah.
Namun kini permohonan praperadilan yang diajukan Ilham Maulana lewat kuasa hukumnya telah ditolak oleh hakim, dan penetapan tersangka yang dilakukan polisi telah dinyatakan sesuai prosedur.(ant/mat)