Hendri Nova
Wartawan topsatu.com
“Jangan coba-coba menyentrum di kolam ikan larangan, bisa kena kutuk nanti,” kata Iros, kepada suaminya yang siap mencari ikan dengan cara disentrum.
Hampir setiap hari menjelang malam, suaminya mencari penghasilan tambahan dengan cara menyentrum ikan yang ada di sepanjang selokan maupun sungai yang ada di daerah sekitar tempatnya tinggal.
Meski tahu cara penangkapan ikan ini dilarang, suaminya tetap nekat untuk terus melakukannya. Walau pendapatan ikannya tidak banyak, ia tetap semangat setiap harinya.
“Setidaknya untuk disambal sendiri yang berarti sudah menghemat pengeluaran. Cara ini jauh lebih baik dari pada diputas, dimana akibatnya bisa lebih parah,” kata Agus, suami Iros membeberkan alasannya memakai sentrum.
Ia mengaku bukan hanya dirinya saja yang menggunakan cara sentrum dalam menangkap ikan buruannya. Teman-temannya yang lain juga menggunakan cara yang sama.
“Untuk area selokan, menggunakan jaring atau sejenisnya agak ribet. Apalagi di malam hari, kita tidak tahu ikannya sembunyi dimana,” ungkapnya.
Dalam menjalankan aksinya, ia mengaku selalu berjaga-jaga, takut tiba-tiba terkena razia. Maka dari itu, ia tidak sendiri, selalu berangkat bersama beberapa temannya.
Terkait ikan larangan, ia mengaku tak berani mengusiknya. Ikan-ikan yang masuk dalam kolam larangan, sudah terkena kutukan. Jika ada yang mengambilnya tanpa izin yang membuat ikan larangan, bisa-bisa tubuhnya tertimpa bencana.
“Macam-macam saja akibatnya. Satu hal yang pasti, jika kena sakit perut, maka kita harus minta obat pada yang menaruh jampi-jampi di ikan larangan,” katanya.
Baginya, ikan larangan juga telah menjadi sarana untuk keterjaminan ketersediaan ikan di masa datang. Saat panen raya nantinya, biasanya jampi-jampinya akan dilepaskan.
Ikan-ikan kecil atau besar yang lolos dari panen raya, bisa menjadi tangkapannya di area luar ikan larangan. Ikan-ikan kecil bisa jadi besar dan tentu satu saat nanti bisa pula ditangkap.