Catatan : Ilham Bintang
“Hal yang paling saya kenang dari Papa, yaitu kelembutannya. Tidak semua ayah selembut dia dengan anak lelakinya. Dia selalu mengutamakan cinta sehingga kami anak-anaknya juga selalu berusaha bisa menjadi ayah seperti dia” kata Innosanto (53) putra sulung seniman penting Indonesia H.M. Bakri Ikranagara bin H.M.Saleh Usman atau yang dikenal dengan nama populer : Ikranagara.
Sayang, Inno — begitu panggilan akrab Innosanto Nagara — tak bisa mendampingi saat sang ayah mengembuskan nafas terakhir, Senin (6/3) di Bali. Ikranagara meninggal dunia di Klinik Sadajiwa, Badung, Bali, dan dimakamkan Senin malam itu juga di pemakaman Muslim, Kampung Jawa, Denpasar, Bali.
Klinik Sadajiwa atau Sadajiwa Bali Healthy Aging Facility merupakan fasilitas kesehatan untuk lansia dengan mengadaptasi standar pelayanan kesehatan lansia dari Jepang.
Alzheimer
Inno tidak menyangka ayahnya mendadak pergi secepat itu meski sudah lama menderita sakit. Sehari sebelumnya, Ikranagara memang sempat dibawa ke RS karena batuk-batuk akibat infeksi paru-paru. Namun, setelah ditangani dokter dan kondisinya kembali stabil, Ikranagara pun diperkenankan pulang dari RS.
Ia kembali ke Klinik Sadajiwa, tempat ia dirawat tiga tahun terakhir karena penyakit Alzheimer. Sebuah penyakit yang berhubungan dengan penurunan fungsi otak yang mempengaruhi memori, keterampilan berpikir, dan kesehatan mental pengidapnya. Ikranagara mengidap penyakit itu sepuluh tahun terakhir. Aktor teater dan film senior tersebut sempat hijrah ke Yogyakarta untuk berobat dan menetap di kota Gudeg sekitar 5 tahun. Setelah itu pulang ke tanah kelahirannya, Bali. Aktor berdarah Bali, Jawa, Madura dan Sulawesi Selatan itu kelahiran Jembrana, Bali, 19 September 1943.
“Saya menyesal sekali. Bukan hanya tidak bisa mendampingi, tetapi juga tidak dapat menyaksikan pemakaman Papa. Saya sudah berusaha mencari penerbangan ke Indonesia, tetapi semua makan waktu penerbangan 30-48 jam termasuk transit. Sedangkan Papa harus dimakamkan sebelum 24 jam,” ungkap Inno yang saya hubungi Selasa (7/3) pagi.
Inno tinggal di Oakland, California, Amerika Serikat semenjak 30 tahun lalu. Lepas dari Lab School (SMA 81) Inno dikirim orangtua untuk kuliah di AS, namun keterusan tinggal di sana, setelah menikah dengan perempuan di AS dan telah memiliki seorang anak dari perkawinan itu. Inno mendapat berita duka kepergian ayahnya langsung dari dokter yang merawat almarhum Senin itu juga.
Sedihnya, bukan hanya Inno yang tak bisa menyaksikan pemakaman ayahnya, tetapi juga ibunya, istri Ikranagara, Kay Ikranegara, dan adiknya Rakrian Biko Nagara yang tinggal di Portland Oregon, AS dengan alasan sama. Istri almarhum Kay Ikranegara yang selama ini setia mendampingi almarhum selama perawatan, mendadak mengalami gangguan jantung sehingga bulan Juli lalu terbang ke AS untuk berobat.
“Mama sementara ini bersama saya,” ucap Inno.
Seniman humble
Saya puluhan tahun bersahabat dengan almarhum merasa sangat kehilangan. Markas kami dulu di Taman Ismail Marzuki. Saya baru memulai karir sebagai wartawan, almarhum sudah sangat terkenal, sudah menjadi sumber berita yang paling dicari. Statementnya kerap menjadi headline berita kesenian atau trending topic istilah sekarang. Ia terkenal pula sebagai aktivis seni yang aktif termasuk mengkritisi rekannya sesama seniman yang duduk dalam birokrasi, seniman yang berumah di langit atau feodal seni, istilah dia. Aksinya yang paling menggegerkan ketika ia dan kawan-kawannya menggembok kantor Dewan Kesenian Jakarta.
Ikra — begitu sering dipanggil — adalah sosok seniman besar yang ikut berkontribusi menggairahkan kehidupan kesenian khususnya teater dan film Indonesia di tahun 70 hingga sekarang. Baik dalam karya penyutradaraan teater, sebagai aktor panggung maupun aktor film. Jangan lupa pula perannya dalam pelbagai seminar dan diskusi kesenian di mana ia selalu tampil lantang, garang, tapi mencerahkan.
Saya menjulukinya sebagai ” Pelantang Kesenian”. Ia merumuskan kehidupan kesenian sebagai aktivitas mulia, seperti ibadah, dan mensosialisasikan ke masyarakat luas dengan sangat baik. Penguasaan materi, keluasan wawasan, dipadu dengan retorika yang bagus, Ikra selalu mencuri perhatian audiens dan pers.