Apa penyebab itu semua? Tidak saja karena kelalaian orangtua membawa anak ke Posyandu untuk mendapatkan imunisasi, akan tetapi juga pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Seperti diketahui bersama, kasus pertama Covid-19 di Sumatera Barat pada tahun 2020 membuat buncah warga. Saat itu, Kamis, 26 Maret 2020, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengumumkan lima orang terinfeksi virus Covid-19. Dua dari tiga orang terinfeksi berasal dari Kota Padang. Tak berselang lama, satu orang yang terinfeksi berasal dari Kota Padang dilaporkan meninggal dunia. Tepat 27 Maret 2020, Wali Kota Padang ketika itu, Mahyeldi Ansharullah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di Padang dan menerbitkan Surat Keputusan Wali Kota Padang Nomor 144 Tahun 2020 tentang KLB Covid-19 di Padang.
Penetapan status KLB itu mengharuskan warga untuk tidak lagi berada di tempat keramaian. Mencegah penyebaran virus lebih jauh, Pemko Padang menetapkan keputusan meniadakan salat Jumat di masjid. Warga diminta mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur di rumah. Akibatnya, jalanan sepi, rumah tertutup rapat, tak ada yang berani keluar rumah. Padang seperti kota mati.
Sejak pandemi merebak di tahun 2020 itu, ibu yang melahirkan enggan untuk keluar rumah. Takut terpapar Covid-19. Pelayanan Posyandu pun hampir tak dikunjungi. Akibatnya, banyak anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Efek dari semua itu, banyak anak yang terpapar penyakit, seperti campak, difteri, polio, dan lainnya.
Jika dilihat, buku KIA yang dikantongi ibu yang melahirkan pada saat pandemi Covid-19, akan banyak terdapat imunisasi yang bolong-bolong, bahkan ada anak yang belum diimunisasi usai dilahirkan. Diakui Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang dr Srikurnia Yati, jumlah kunjungan Posyandu memang menurun saat pandemi Covid-19. Pada saat pandemi merebak (tahun 2020), jumlah kunjungan ke 919 Posyandu yang ada di Padang selama setahun itu hanya 43.663 orang. Padahal di tahun 2019, angka kunjungan berada di angka 51.907.
Sementara, dokter umum di Puskesmas Ambacang, Kota Padang, Sumatera Barat, Frista Maulina, juga mengakuinya. Menurutnya, kewajiban orangtua membawa anaknya untuk imunisasi jauh menurun pada saat pandemi C`ovid-19. Di wilayah kerja Ambacang, angka penurunan kunjungan ke Posyandu di masa pandemi terbilang jauh dari harapan.
Disebutkan Frista, pelayanan Posyandu di saat kasus Covid-19 merebak memang tidak diaktifkan. Posyandu tidak dibuka untuk umum. Praktis sejak bulan Maret tahun 2020, pelayanan bagi kesehatan ibu dan anak tidak dilakukan. Angka capaian dari sasaran tidak tercapai maksimal. Bahkan bisa dikatakan turun jauh.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Ambacang, kunjungan ke Posyandu dan anak yang mendapatkan suntikan imunisasi cukup tinggi pada tahun 2019 (sebelum pandemi Covid-19). Saat itu sasaran yang ditargetkan sebanyak 4.498 orang, dengan kunjungan 3.877 orang. Di tahun itu, capaian kunjungan di seluruh Posyandu di wilayah kerja Ambacang sebanyak 86 persen.
Memasuki tahun pandemi (2020), Posyandu hanya buka dan melayani masyarakat pada bulan Januari hingga Maret. Selama tahun 2020 itu, kunjungan ke Posyandu jauh menurun, hanya 2.505 orang dengan persentase capaian 55,60 persen. Angka kunjungan sempat naik di tahun 2021, sebanyak 2.713 orang atau 62,89 persen. Ironisnya, angka kunjungan kembali menurun di tahun 2022 dengan jumlah kunjungan sebanyak 2.675 orang.
Angka ini cukup memiriskan. Di saat Indonesia menggalakkan imunisasi bagi anak, pandemi Covid-19 justru memutus mata rantai itu. Akibatnya, penyakit mewabah. Anak rentan tertular. Kekebalan tubuh menurun.
Efek besar dari terputusnya imunisasi anak pada saat pandemi Covid-19, terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) polio di Aceh. Banyak anak yang terkena polio pada tahun 2022 dan 2023 di daerah ujung Indonesia itu. Melihat kondisi tersebut, sejumlah daerah menggalakkan Crash Program Polio (CPP). Daerah yang berbatasan dan berada tidak jauh dari Aceh melakukan gerakan tersebut. Anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi polio ditemui ke rumah-rumah. Sweeping itu pun berjalan penuh drama.
Seperti di wilayah kerja Ambacang, Padang. Sweeping ke rumah-rumah dilakukan secara maraton, keluar masuk gang. Melewati sawah dan sungai, bahkan melewati pematang sawah untuk mencapai rumah yang berada di tengah sawah. Cukup banyak penolakan dari warga saat dilakukan sweeping. Seperti orangtua yang sengaja menyembunyikan anaknya saat petugas datang, orangtua yang menyebut bahwa vaksin atau imunisasi yang tidak halal, hingga kepada aksi mengelabui petugas kesehatan. Pun begitu, dari sekian banyak yang menolak, banyak juga warga yang patuh dan bersedia agar anaknya diimunisasi polio.