Opini  

Informasi Serta-merta Saat Bencana

Musfi Yendra - Ketua Komisi Informasi Sumbar

Informasi serta-merta adalah informasi yang wajib diumumkan oleh badan publik yakni pemerintah karena dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat 1 dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, disebut UU KIP.

Kemudian pada ayat (2) dijelaskan, kewajiban menyebarluaskan informasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

Informasi serta-merta diantaranya adalah bencana. Baik bencana alam maupun non alam. Bencana alam seperti seperti kekeringan, kebakaran hutan, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah, kejadian luar biasa, kejadian antariksa atau benda-benda angkasa, gempa bumi, tsunami termasuk juga banjir dan erupsi gunung. Kemudian bencana non alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya.

Bencana alam dan non alam ini merupakan bentuk informasi yang harus didapatkan secara cepat oleh masyarakat, badan publik harus sesegeranya tanpa penundaan menyampaikan informasi ini sebab dapat mengancam hajat hidup orang banyak.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pada pasal 12 huruf (c) menyebutkan bahwa, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mempunyai tugas yaitu menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat. Terkait hak dan kewajiban masyarakat pasal 26 huruf (c) undang-undang tersebut menyatakan masyarakat berhak, mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana. Sementara kewajiban masyarakat pada pasal 27 huruf (c) adalah memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.

Informasi serta-merta sebagaimana dimaksud oleh UU KIP, bertujuan untuk melindungi hajat orang banyak, terkait bencana memang tidak dijelaskan lebih detil di dalam undang-undang tersebut.

Namun dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pada pasal Pasal 45 mengatur tentang kesiapsiagaan. Pada pasal (1) menjelaskan, kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana. Kemudian pada pasal (2) disebutkan kesiapsiagaan dilakukan melalui yaitu (a). penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; (b). pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini; (c). penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; (d). pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; (e). penyiapan lokasi evakuasi; (f). penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan (g). penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.

UU KIP merupakan momentum penting dalam mendorong keterbukaan tentang kebencanaan. Pentingnya komunikasi yang efektif antara pemerintah melalui instansi terkait saat terjadi bencana sehingga masyarakat dapat menerima informasi yang jelas dan akurat saat bencana terjadi. Selain itu masyarakat dapat menerima informasi yang telah dikelola dengan keteraturan dan terkoordinasi secara integratif. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diharapkan selalu memberikan informasi bencana secara cepat dan ter-update kepada masyarakat, baik melalui media massa atau media sosial.

Bencana dahsyat yang menimpa beberapa daerah di Sumatera Barat belakangan ini menyisakan duka yang sangat mendalam. Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Kabupaten Pesisir Selatan pada 7 Maret 2024 lalu. Sebanyak 31 warga meninggal dunia, 74 ribu warga sempat mengungsi, 866 rumah rusak berat, 139 unit rusak sedang, dan 579 unit rusak ringan, 16 unit jembatan dan 355 meter jalan juga mengalami kerusakan, selain itu juga kerusakan pada rumah ibadah dan sekolah, sawah warga disapu banjir sehingga gagal panen seluas 6000 ha dan ribuan hewan ternak masyarakat mati.

Dua bulan berselang, pada Mei ini terjadi kembali bencana alam yang lebih besar di sejumlah daerah di Sumatera Barat. Secara umum beberapa daerah yang terdampak bencana alam parah adalah di Kabupaten Agam yaitu Nagari Bukit Batabuah, Kecamatan Candung berupa longsor dan banjir bandang lahar dingin erupsi Gunung Marapi. Di Kabupaten Tanah Datar berupa longsor dan banjir bandang di Nagari Sungai Jambu, Kecamatan Pariangan dan Nagari Parambahan, Kecamatan Limo Kaum. Jalan longsor dan terban di Sitinjau Lauik, Kabupaten Solok dan Kota Padang. Selain itu juga banjir bandang Kawasan Silaing dan Malibo Anai di Kota Padang Panjang yang menyembabkan jalan putus.

Tim DVI Polda Sumbar, Kamis, 16 Mei 2024, menyebutkan korban meninggal 61 orang, termasuk yang sedang diidentifikasi 5 orang. Warga dalam pencarian 23 orang. Korban luka-luka 80 orang dan mengungsi 3.216 orang. Kemudian rumah yang terdampak 571 unit. Sekolah 24 unit, warung 20 unit. Jembatan rusak 120 unit dan jalan 122 Km.