BUKITTINGGI, – Siapa yang tak kenal Jam Gadang di Bukittinggi, ikon wisata kota yang pernah menjadi ibu kota Negara Indonesia ketika negeri ini dibawah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) tahun 1948.
Jam Gadang yang sudah berdiri kokoh sejak 25 Juli 1927 bukan hanya menjadi saksi sejarah kota sejuk nan indah itu tapi menjadi sumber berkah mengais rezki sebagian warga Agam Bukittingi dan pedagang kecil lainnya yang berasal dari luar kawasan itu. Ya, di sekitar jam gadang ada aktifitas ekonomi, yang mungkin saja telah dan sedang menghidupi ratusan keluarga.
Jumat malam (22/11) , penulis merasakan geliat lemah ekonomi masyarakat di sekitar. Dari amatan, pengunjung Jam Gadang tak begitu ramai, parahnya tak banyak pula diantara mereka membelanjakan uangnya untuk sekedar membeli cendera mata atau kuliner ringan yang banyak penjualnya di sekitar Jam Gadang.
Untuk memastikan itu, Penulis berdialog dengan salah seorang pedagang kecil. “Lesu sekali jual beli beberapa tahun terakhir, hanya sekedar untuk kebutuhan sehari hari, langang” kata Warni (62) penjual jagung susu kedelai (Jasuke).
Warni mengatakan, biasanya sebanyak 5 kilogram minuman jagungnya ludes terjual, sekarang 1 sampai 2 kilo saja, payah menjualkannya. “Kalau lagi rami, bisa dapat untung Rp.300 ribu sampai 500 ribu sehari, sekarang sekitar Rp. 100 ribu sampai Rp 150 ribu ” katanya.³
Walaupun demikian, Warni pedagang kecil asal Pariaman itu mengaku tetap bersyukur, karena masih diberi oleh Tuhan rezeki dan kesehatan. Lagi pula wanita yang mengaku menjanda itu memahami bahwa minimnya jual beli bukan hanya menimpa dirinya.
“Hampir semua pedagang mengeluh, lemah nya jual beli akhir akhir ini” katanya.
Pedagang lain, yakni pedagang kerupuk kuah, War juga namanya, usia 58 tahun asal Tangah Sawah Belakang Stasiun, kota Bukittinggi. Dia mengatakan hal yang sama. Malam yang ditunggu oleh War adalah malam Minggu. “Malam Minggu lumayan lah penjualan, malam malam biasa ini memang lesu” katanya.
Walaupun lemah daya beli pengunjung yang jelas Jam Gadang tetap menjadi tujuan wisatawan baik yang datang dari berbagai daerah di Sumbar maupun menjadi sumber ekonomi masyarakat.”Kami sengaja main kesini melihat Jam Gadang, kami sering libur ke Bukittinggi ini” kata Wandi (46) wisatawan dari Bangkinang, Riau.
Warga Riau, kata Wandi berlibur nya kebanyakan ke Bukittinggi. ” Kami senang di Bukittinggi, banyak objek wisata, ada lobang Japang, ada Kebun Binatang, ada Ngarai dan Jam Gadang ini adalah tempat favorit kami” katanya.
Jam Gadang yang fenomenal ini dikagumi oleh wisatawan. Eri (36) wisatawan dari Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau mengaku takjub melihat Jam Gadang. “Aku pertama kali kesini, pokoknya Jam Gadang itu bikin aku takjub lah” kata Eri yang nginap di Monopoli Hotel.
Dengan demikian Jam Gadang yang sejak dulu bagai magnet penarik Wisatawan datang ke kota Bukittinggi wajib dipelihara oleh Pemerintah Kota Bukittinggi. Pemerintah kota ini telah melakukan penataan ruang bermain di sekitar Jam Gadang.
Sebelum penataan ruang sekitar Jam Gadang yang rampung pada tahun 2019 lalu, disekelilingnya tumbuh beberapa pohon rindang setinggi 10 meter, jika hujan bisa digunakan pengunjung untuk tempat berteduh. Tapi sekarang pohon pohon itu tak lagi, di pedistrian Jam Gadang sudah di buat lantai dan ornamen khas yang modis, sehingga sangat menyenangkan sebagai tempat berkumpul dan kebanyakan pengunjung berswafoto. Di lantai teras Jam Gadang banyak sekali pedagang aneka macam permainan dan asesoris, tawaran poto kilat fotografer amatir, menciptakan suasana meriah.
Meski air warna warni yang memperindah Jam Gadang diwaktu malam sudah mati, entah rusak, diharapkan Jam Gadang tetap akan menjadi daya tarik Wisata Sumatera Barat sehingga Jam Gadang terus menghadirkan berkah rezeki untuk siapa saja warga masyarakat yang mau memanfaatkan sesuai kondisi dan ketentuan kepariwisataan yang digaris Pemko Bukittingi. (MK)