PADANG-Dalam berjalannya waktu angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumbar terus meningkat. Kondisi itu diperparah dengan enggannya masyarakat untuk melaporkan beragam kekerasan yang terjadi.
Hal tersebut terjadi karena sebagian besar masyarakat masih menganggap kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak merupakan “aib” dan masalah “domestik” dalam keluarga, yang tidak pantas diketahui orang lain.
Padahal, urusan perlindungan perempuan dan anak menjadi urusan wajib pemerintahan, karena menyangkut jutaan jiwa. sebanyak 2.801.725 jiwa. Atau hampir 50 persen dan sekitar 1.790.177 jiwa anak atau 32,08 persen dengan jumlah total 5. 640.629 jiwa penduduk Sumatera Barat.
Data yang dirilis Dirjen Dukcapil tahun 2022, kekerasan terhadap Perempuan (KtP) dan kekerasan terhadap Anak (KtA) merupakan masalah global yang terkait Hak Asasi Manusia dan ketimpangan gender.
Permasalahan ini masih menjadi ‘fenomena gunung es’, yaitu kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang teridentifikasi belum menggambarkan jumlah seluruh kasus yang ada di masyarakat.
Sedangkan untuk kasus TPPO, sebagian besar masyarakat belum memahami tentang TPPO sehingga menganggap hal tersebut wajar dan tidak pantas dilaporkan. Terutama jika pelaku merupakan keluarga sendiri, sehingga diselesaikan secara kekeluargaan.
Untuk Sumatera Barat dari Data Simfoni PPA Januari s/d Desember 2022 tercatat: 795 kasus kekerasan yang terdiri dari 228 kekerasan terhadap Perempuan dan 567 kekerasan terhadap Anak dengan jumlah korban 848 orang ( 231 Perempuan dan 617 Anak). Dari 567 kasus kekerasan terhadap anak terdapat Jumlah Anak Korban Kekerasan seksual ( 344 korban) Paling Banyak, Kekerasan fisik (125 korban), Kekerasan psikis (103 korban ), Eksploitasi (4 korban), Trafficking ( 2 korban), Penelantaran (31 korban) Lainnya sebanyak (53 korban).
“Ini hanya kasus yang terlaporkan dan banyak lagi kasus yang tidak terlaporkan pemerintah. Baik pusat maupun daerah telah mengeluarkan beberapa kebijakan dan melaksanakan berbagai program yang mendukung pemenuhan hak dan perlindungan kepada anak,” kata Kepala Dinas P3AP2KB Sumbar, Hj. Gemala Ranti, diwakili Kabi PHPA, Rosmadeli, usai pembukaan Bimtek Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Berbasis Masyarakat, yang berlangsung 21-23 Agustus 2023 di salah satu hotel Bukittinggi.
Disebutkannya, program yang telah dilakukan untuk mendukung pemenuhan hak dan perlindungan kepada anak, seperti pengembangan kabupaten/kota layak anak (KLA), Sekolah Ramah Anak, pembentukan Forum Anak di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Penyediaan ruang pengadilan ramah anak, kampanye-kampanye gerakan perlindungan anak, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Anak (GN-AKSA).
Selain program tersebut, di berbagai Kab/Kota juga telah banyak upaya perlindungan anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerhati anak maupun lembaga masyarakat di wilayah masing-masing. Akan tetapi, berbagai program tersebut belum mampu membendung kejadian-kejadian baru kekerasan terhadap anak.
“Hal ini terjadi karena upaya perlindungan anak belum banyak menekankan pada pencegahan dan belum dilakukan secara terpadu dengan melibatkan keluarga, anak, dan masyarakat secara bersama-sama. Untuk itu kedepan kita perlu mengembangkan sebauh model pelibatan masyarakat dalam upaya perlindungan anak yang terpadu dan berbasis masyarakat melalui PATBM (Perlindungan Anak terpadu Berbasis Masyarakat),” terang Rosmadeli.
Sementara, salah satu upaya untuk menekan kasus kekerasan pada perempuan adalah dengan mewujudkan Desa/Nagari Ramah Perempuan dan Peduli Anak Desa Ramah Perempuan Dan Peduli Anak (DRPPA). Itu merupakan desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan, pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dilakukan secara terencana, menyeluruh dan berkesinambungan.
“Desa harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat khususnya perempuan dan anak, terlindungi dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi serta tersedianya sarana dan prasarana publik yang ramah perempuan dan anak. Selain itu DRPPA diharapkan dapat memperkecil kesenjangan gender serta meningkatkan peran aktif perempuan dalam bidang politik, ekonomi dan dalam pengambilan keputusan,” terangnya lebih jauh.