PADANG – Diguyur hujan lebat hingga ada yang basah kuyup, tak menyurutkan semangat sejumlah pemuda Tanah Datar dan Padang Panjang untuk menyatakan ikrar siap bergerak dan berjuang tegak lurus konstitusi bersama Relawan Ganjar-Mahfud untuk Sumbar (Ragusa) Kabupaten Tanah Datar (Luhak Nan Tuo).
“Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami generasi muda Luhak Nan Tuo, mendukung H. Ganjar Pranowo dan Prof. Mahfud MD sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada Pemilu 2024. Salam Tegak Lurus Konstitusi, Salam 3 Jari, Salam 3 janji,” ujar Ravid Pituan Putra, saat membacakan deklarasi yang diikuti para pemuda lainnya.
Sebelumnya acara yang digelar di sebuah kafe di Lima Kaum, Tanah Datar, Sabtu (10/12) tersebut diawali dengan doa bersama untuk para korban dan masyarakat Luhak Nan Tuo yang terkena dampak erupsi Gunung Marapi.
Di hadapan Koordinator Ragusa Sumbar Muhamad Jamil dan elemen lainnya, para pemuda yang hadir pun sepakat memilih Adrizal untuk memimpin gerakan berjuang untuk kemenangan Ganjar – Mahfud dan tegak lurus konstitusi dalam wadah Ragusa Luhak Nan Tuo.
Seperti di daerah lain, kegiatan deklarasi yang digagas Ragusa Sumbar dan Dangau Gerakan Institute itu juga dirangkaikan dengan diskusi, yang kali ini bertemakan “PEMILU 2024: Antara ‘Air Aki’ atau Prestasi”. Muhamad Jamil yang notabene putra Luhak Nan Tuo didapuk sebagai narasumber.
Di hadapan para peserta deklarasi dan diskusi, pria yang menyandang gelar doktor ini memaparkan, Pemilu sebagai proses penggantian penguasa sesuai dengan keputusan KPU akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diikuti tiga pasang calon, meskipun dibumbui “campur tangan Paman Usman”. “Kini tibalah saatnya semua calon pemimpin bangsa memperlihatkan kualitas pribadi atau kualitas diri yang terbaik agar dipilih oleh rakyat Indonesia melalui debat Capres dan Cawapres, termasuk masyarakat Minangkabau yang mendiami sebahagian besar Provinsi Sumatera Barat,” katanya.
Jamil mengingatkan, pemimpin di Minangkabau disimbolkan dengan penghulu. Pengulu itu merupakan pemimpin berdasarkan kearifan lokal Minangkabau. Untuk itu dia harus melalui proses yang sangat rumit dengan persyaratan yang komplit, seperti yang tertuang di dalam tambo adat; ba ilmu jo ba aka (berilmu dan berakal), barani jo nan bana (berani pada kebenaran), tatap jo lapang hati (tetap dan lapang hati), ingek jo jago (mawas diri dan waspada), yakin jo tawakal (teguh dan menyerahkan diri), indak manulak sambah (tidak sombong), tahu dihino jo mulie (tau akan hina dan mulia).
Konsep berilmu, maksudnya adalah calon pemimpin harus memiliki ide dan gagasan yang luas, sehingga ia mampu menjadi tauladan dan problem solver bagi masyarakatnya. Sedangkan berakal dipahami sebagai penempatan pengetahuan atas kebijakan yang akan diambil oleh calon pemimpin tersebut.
“Indikator orang berilmu berupa karya baik berupa kinerja yang sudah dilakukan, atau gagasan dan ide yang tertuang dalam visi yang berpihak pada rakyat, bukan gimmick sebagai pencitraan untuk menutupi diri dan juga usaha untuk membodohi rakyat. Petuah adat mengatakan alun tumbuah bulu jan nak tabang ka ateh pucuak,” katanya.
Syarat selanjutnya yang sangat krusial adalah tau akan hina dan mulia. Tau akan hina dan mulia adalah bagaimana menempatkan prilakunya yang diposisikan pada masyarakat sehingga kelakuan pemimpin itu tidak mengurangi harkat dan martabatnya. Pemimpin itu tenang, berwibawa, berkarisma, dan ada harapan rakyat untuk berkeluh kesah, dan yang terpenting adalah mampu menyelesaikan masalah bukan menambah masalah.
“Jadi seorang pemimpin harus mempunyai ilmu yang mapan, akal yang matang, karena kesalahan yang akan dibuat pemimpin nantinya akan berdampak negatif ataupun positif pada rakyat. Bagi rakyat, barangkali ada yang memahami perkataan pemimpin itu seperti “sabda” yang suci, sehingga melakukan apa saja yang dikatakan oleh pemimpin. Bisa dibayangkan ketika seorang pemimpin pada satu kesempatan memerintahkan rakyat untuk meminum air “aki” kira-kira apa yang terjadi jika masyarat memang meminumnya?,” ulasnya.
Selanjutnya tetap dan lapang hati. Pemimpin di Minangkabau harus memiliki pendirian yang kokoh tak mudah goyah. Sesuai dengan mamangan adat “baringin di tangah padang” yang bermaksud kokohnya seperti pohon beringin, tetapi elastis menghadapi segala macam persoalan. Ada petuah mengatakan “tirulah baringin di tangah padang, usah ditiru nan bak kiambang”. Maksudnya, pohon beringin tumbuh besar melalui proses panjang, sehingga ia memiliki akar yang kuat menghujam ke bumi. Bukan seperti kiambang yang hidupnya dimainkan oleh angin lalu.