Oleh: Radhar Tribaskoro
Karni Ilyas menjadi sasaran bully di media online. Padahal Karni adalah jurnalis paling objektif yang masih tersisa.
Karni tidak pernah mengajukan opini sendiri, ia tidak memaksa orang berpendapat melampaui keinginannya, ia tidak menjebak orang kepada suatu pendapat untuk kemudian dihabisi.
Karni ingin penonton acaranya (ILC) mengambil kesimpulan sendiri. Ia menghadirkan pihak pro dan kontra, dan memberikan mereka kesempatan yang sama berargumentasi. Agar penonton bisa memberikan penilaian yang adil Karni menghadirkan pengamat dan akademisi untuk menyajikan konteks dan perspektif lebih tajam.
Karni hanya mengatur lalu-lintas diskusi. Dia hampir tidak pernah menyela dan memotong pembicaraan orang. Hampir semua pembicara berargumentasi sampai puas. Karena itulah acara itu berlangsung hampir 4 jam.
Dari sudut pandang komersial Karni sangat murah hati. Ia memberi keleluasaan kepada semua pihak. Dan dia betul-betul menjaga objektivitas dirinya dengan tidak beropini sendiri. Kalau ada opini dari Karni, paling banter ia mengutip kata-kata bernas dari tokoh-tokoh dunia. Kutipan yang disampaikannya membantu penonton melihat konteks yang lebih luas.
Dengan format acara seperti di atas penonton tidak merasa diarahkan. Penonton menyaksikan, mendengarkan, menimbang, menilai dan kemudian membentuk opininya sendiri. Tidak heran bila sebagian besar penonton merasa tercerahkan oleh acara ILC Karni Ilyas tersebut. Hal itu terbukti dari banyaknya penghargaan yang diperoleh acara ini dari tahun ke tahun.
Popularitas acara ini mengangkat reputasi pembawa acaranya sudah barang tentu. Namun ILC adalah aset nasional yang memberi lebih banyak. Rocky Gerung melesat popularitasnya di acara ini semata karena publik menganggapnya sangat menonjol sebagai pencerah. Selain Rocky, politikus Ruhut Sitompul juga melesat, tetapi dari sisi lain yaitu sebagai figur komedi.
Belakangan ini muncul opini bahwa Karni Ilyas adalah musuh penguasa. Tagline opini tersebut menuduh ILC, “Apapun topiknya, sudah pasti Jokowi salah.”
Tuduhan di atas tidak sesuai kenyataan seperti telah diuraikan di atas. Seperti diketahui topik-topik debat ILC diambil dari masalah yang berkembang di masyarakat. Karni Ilyas memilih diantara banyak kemungkinan, topik yang paling menarik dan penting. Tidak terhindarkan, topik semacam itu adalah topik nasional yang merespon atau direspon oleh pemerintahan pusat. Jadi secara tidak langsung, acara ILC membahas kebijakan pemerintah atau lembaga-lembaga pendukung pemerintah seperti partai politik.
Tuduhan di atas muncul dari kekecewaan pendukung rejim atas kegagalan para jubir rejim mempertahankan sudut pandang rejim di acara iLC. Alih-alih introspeksi, kegagalan itu ditimpakan kepada Karni dan ILCnya. Mereka mencoba membangun opini bahwa ILC adalah acara politik yang beroposisi kepada pemerintah. Tujuan dari kampanye itu adalah memberangus ILC dan menyingkirkan Karni Ilyas.
Di negara kepolisian republik indonesia aspirasi seperti itu tidak mustahil terwujud.
Saya bukan jurnalis, namun saya suka closing statement Karni di ILC. Oleh karena itu saya ingin mempergunakannya di sini, *”Kami mendiskusikan, anda yang memutuskan.”*