Meski siswa Muslim mencapai sekitar 40% dari total populasi, kurangnya tempat ibadah ini mencerminkan minimnya perhatian institusi terhadap kebutuhan religius siswa Muslim.
Hal ini berpotensi menciptakan lingkungan yang tidak mendukung praktik keagamaan sesuai ajaran Islam.
Sekolah Katolik mengatur penggunaan simbol agama tanpa larangan, menunjukkan bahwa kebebasan beragama adalah hak individu.
Ruang bagi siswa Muslim untuk mengenakan jilbab menunjukkan toleransi dan keterbukaan terhadap perbedaan serta keyakinan terhadap nilai-nilai Katolik. Sekolah juga dapat memberikan kelonggaran berdasarkan kebutuhan siswa pada kegiatan tertentu.
Banyak siswa non-Muslim di sekolah-sekolah Padang harus menyesuaikan diri dengan kebijakan yang lebih mengutamakan identitas mayoritas.
Di SMA Don Bosco, perlu pendekatan inklusif dan sensitif agar lingkungan belajar mendukung keberagaman dan toleransi.
Di Don Bosco Padang, doa dilakukan secara rutin dengan berbagai metode yang disesuaikan dengan perbedaan agama siswa.
Meskipun doanya mengikuti struktur Katolik, siswa non-Katolik diberi kebebasan untuk memilih cara mereka sendiri atau mengheningkan cipta.
Sekolah juga memastikan bahwa siswa non-Katolik tidak merasa berkewajiban untuk menghadiri doa Katolik.
Dalam kegiatan doa, sekolah mendorong siswa untuk melihat doa sebagai waktu refleksi kolektif, tanpa memandang perbedaan keyakinan.
Don Bosco Padang menciptakan lingkungan yang damai, penuh hormat, dan kondusif bagi perkembangan spiritual siswa.
Keselarasan agama dan Pancasila di Indonesia sangat penting karena Pancasila mencerminkan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan keberagaman agama.