Sedangkan untuk Industri Keuangan Non Bank (IKNB), OJK melakukan restrukturisasi pembiayaan. Penetapan kualitas aset berupa pembiayaan dan restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan dengan penilaian kualitas pembiayaan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk pembiayaan s.d Rp10 miliar.
Kualitas pembiayaan bagi debitur/nasabah yang terkena dampak penyebaran COVID-19 yang direstrukturisasi ditetapkan lancar sejak dilakukan restrukturisasi. IKNB yang menyalurkan pembiayaan dapat melakukan restrukturisasi terhadap debitur/nasabah yang terkena dampak penyebaran COVID-19, dengan mempertimbangkan beberapa hal.
Adanya proses dan kebijakan restrukturisasi dari pemberi pinjaman, bagi sumber pendanaan dalam bentuk executing. Adanya proses dan kebijakan restrukturisasi dari pihak pemilik dana, dalam hal penyaluran pembiayaan dilaksanakan melalui joint financing dan channeling.
Adanya permohonan restrukturisasi debitur/nasabah yang terkena dampak penyebaran COVID-19. Adanya penilaian kebutuhan dan kelayakan restrukturisasi dari pihak IKNB.
OJK juga melakukan relaksasi industri perasuransian dan dana pensiun. Dalam rangka perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi atau tingkat pendanaan dana pensiun dengan program manfaat pasti, aset yang berupa surat utang dapat dinilai berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi. Penundaan pelaksanaan ketentuan life cycle fund bagi dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti.
Relaksasi penyampaian Laporan Berkala dilakukan dengan perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala IKNB kepada OJK, dengan pengaturan 14 (empat belas) hari kerja dari batas waktu berakhirnya kewajiban laporan berkala yang disampaikan secara bulana n dan triwulanan.
Satu bulan dari batas waktu berakhirnya kewajiban laporan berkala yang disampaikan secara semesteran. Dua bulan dari batas waktu berakhirnya kewajiban laporan berkala yang disampaikan secara tahunan.
Stimulus OJK Sangat Membantu
Dikutip dari cnbcindonesia.com, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja, mengatakan ketika pandemi mulai menerpa Indonesia banyak yang gak menyangka hal ini bisa terjadi dan membuat ekonomi melemah sedemikian dalam.
“Yang paling parah dalam perkreditan, karena banyak nasbah terkena. Semua toko dan mall stop operasi, mereka tidak bisa jualan. Padahal Maret-April menjelang lebaran, dan bagi semua pengusaha adalah saat yang ditunggu karena 40-60% penjualan terjadi saat lebaran,” ujar Jahja dalam Forum Diskusi Sektor Finansial yang mengambil tema “Kondisi Sektor Keuangan Terkini Serta Meneropong Ekonomi 2021”, Selasa (10/11/2020).
Lebih rinci dia menjelaskan pada masa-masa tersebut sejumlah perusahaan besar sudah melakukan impor bahan baku dan produksi dengan pendanaan dari kredit perbankan. “Namun terjadilah apa yang diharapkan tidak terjadi, bagaimana mengembalikan pinjaman. Apalagi industri pariwisata, termasuk hotel, sangat mengharapkan liburan panjang lebaran,” ujar Jahja.