JAKARTA – Politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Faldo Maldini menilai, Kementerian Pertanian harus memperbaiki struktur mode produksi kebutuhan pokok.
“Bicara Inflasi dan harga, kita berbicara supply and demand terkait ketersediaan, penawaran yang tersedia dan kebutuhan. Dengan kondisi saat ini-kebutuhan pokok penyumbang inflasi, kita harus memperbaiki structure mode of production,” katanya.
Soal perbaikan mode struktur produksi, untuk gabah, laju inflasi tentu ironis jika dibandingkan dengan produksi gabah Indonesia pada tahun 2018.
Menurut dia, saat ini struktur mode produksi gabah pemerintah yang dikelola oleh Kementerian Pertanian perlu diperbaiki sehingga beras masih menjadi penyumbang inflasi. “Sebagai negara agraris, kita bahkan tidak bisa memiliki kedaulatan pangan. Ini sangat memprihatinkan,” sebut dia.
Di sisi lain, untuk memperbaiki hal itu, ia juga menilai pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga harus merubah kebijakan kedaulatan pangan. Sebab sejauh ini, kebijakan yang menyangkut pangan belum mampu menciptakan kestabilan harga di pasaran.
“Kita tidak bisa menciptakan stability price, hal itu terbukti dari kontribusi PDB sektor pertanian kita menurun bahkan jika dibandingkan saat era Orba-dengan Swasembada pangan-kondisinya sangat ironis sekali sebagai negara agraris,” sebut Faldo.
Harusnya, kata dia, pemerintah menjaga alur produksi dan distribusi bahan pokok, “Produksi dan distribusi harus sejalan. Jangan sampai timpang,” ujarnya.
Terkait impor pun, ia menyebut, jika dibutuhkan, harus dilakukan untuk menjaga ketersediaan. “Soal impor, kita juga tidak bisa mengatakan kita menolak impor, tapi untuk hal-hal yang tidak kita miliki, tentu kita harus impor seperti beberapa bahan pangan yang tidak ada di Indonesia,” tukas Faldo.
Persoalan yang tidak kalah penting adalah perbaikan data komoditas pertanian. Faldo menyebut perbedaan data pasokan komoditas bahan pokok di Kementerian Pertanian, Bulog, Kementerian Perdagangan dan BPS sangat ironis.
“Saat ini kita lihat, Kementan memiliki data yang berbeda dengan Kemendag, Bulog bahkan BPS. Ini menjadi kondisi yang sangat ironis saat kita punya jargon revolusi industri 4.0, data saja kita tidak beres,” ucap dia.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan lembaga terkait juga harus mengurusi Riset and Development (RnD). Sebab, dengan riset bagi dia, negara bisa memberikan posisi tawar yang kuat di sektor pertanian lewat program swasembada.
“Jangan sampai kita tahu negara kita tidak bisa menghasilkan, kita malah tidak bisa apa-apa dan sekarang kita bisa lihat alokasi APBN, bujet untuk RnD itu sangat kecil, masih 0,6 persen,” pungkasnya kemudian.