PADANG-Para pecinta alam maupun yang hobby mendaki Gunung Marapi, pasti mengenal Tugu Abel Tasman yang berdiri tak jauh dari puncak merpati. Letaknya strategis. Menghadap puncak merpati, membuatnya menjadi tempat favorit para pendaki untuk beristirahat atau berfoto.
Pasca erupsi Gunung Marapi pada Minggu (3/12/2023) yang menewaskan 23 korban, ingatan publik kembali kepada Tugu Abel Tasman. Apalagi, ada korban tewas akibat erupsi itu, ditemukan berada di sekitar Tugu Abel Tasman.
Kisah tragis penemuan korban di sekitar Tugu Abel Tasman di Gunung Marapi memunculkan pertanyaan, apa sebenarnya kisah di balik monumen tersebut? Ternyata, di balik pembangunan Tugu Abel Tasman juga menyimpan cerita pilu.
Berikut penuturan saksi hidup salah seorang yang ikut mendaki Gunung Marapi bersama Abel Tasman sekaligus menyaksikan detik-detik erupsi Gunung Marapi pada, Minggu, 5 Juli 1992, Usrizal kepada wartawan Singgalang.
Usrizal, panggilan Us adalah teman satu angkatan dengan Abel Tasman di SMAN 6 Mata Air, Kecamatan Padang Selatan, Padang. Us menceritakan peristiwa yang sulit dilupakan itu karena simpang siurnya perihal Abel Tasman. Dia merasa berkewajiban meluruskan apa yang terjadi. Apa yang dilihat dan dia alami saat erupsi Marapi.
“Sudah lama betul. Mungkin ada yang lupa. Jadi yang seingat memori saya saja lagi. Maafkan kawan-kawan kalau ada yang kuras pas,” katanya, Sabtu (9/12/2023).
Sabtu sore, 4 Juli 1992, sebuah rombongan yang terdiri dari 10 orang menunggu bus di jalan Damar, Padang. Dari pakaian yang dipakai dan peralatan yang dibawa (ransel), mereka adalah anak pencinta alam yang siap- siap naik gunung.
Mereka merupakan gabungan anak pencinta alam yang mangkal tiap minggu. Us, ada dalam rombongan ini. Lainnya, Da John (John Kenedy/ketua rombongan), Firdaus, Herwin, Martha, Rum, Yanti, Jon Pieter, Eri Incek dan Iwan.”Kami naik bus paling akhir ke arah Bukittinggi. Kami naik bus NPM,” kata Us.
Rombongan tiba di Koto Baru jam 23.00 WIB. Lalu makan di rumah makan Citra. Dulu di Koto Baru (tepatnya Pasar Koto Baru), cukup banyak rumah makan dan kedai kopi. Biasanya sebelum melakukan pendakian ke Gunung Marapi atau Singgalang, para pendaki mampir dulu di rumah makan atau kedai kopi.
Setelah makan dan istirahat sejenak, rombongan Us mulai mendaki dan bertemu kelompok Rizal (anak Kawasan) Pattimura, Padang. Mereka ada 5 orang, termasuk Abel Tasman, Sulastri, Zal dan lainnya.
Us tidak menyangka, ada Abel. Abel juga tidak menyangka ketemu Us. Sulastri juga anak SMA 6 Padang, adik kelas mereka. Ternyata sama-sama berniat mendaki Marapi malam itu. “Kami bersalaman dan saling merangkul dengan Abel,” kenang Us.
Kini rombongan mereka berjumlah 15 orang menuju puncak Marapi. Dalam perjalanan itu, Herwin sempat ngobrol dengan Abel. Katanya, dia terakhir naik Marapi dan mau ikut tes masuk polisi.