Dalam pertemuan tersebut, Kabid Planologi, Produksi, Perhutanan Sosial dan Penyuluhan Dinas LHK, DIY, Niken Aryat mengatakan kelompok perhutanan sosial DIY dimulai pada tahun 2007 dengan terbitnya IUPHKm.
Perhutanan sosial di DIY terdapat di dua kabupaten yaitu Gunungkidul dan Kulon Progo, dan tersebar di 12 kecamatan. Ini terdiri dari dua skema PS yaitu Hutan Kemasyaratan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
“HKm terdiri dari 42 KTH pemegang izin dengan total luas hutan 1.284,05 Ha, dengan perincian : Gunungkidul (35 KTH –> 1.087 Ha), Kulon Progo (7 KTH –> 197 Ha), HTR terdiri dari 3 koperasi pemegang izin (di dalamnya terdapat 5 KTH) dengan total luas hutan : 327,149 Ha.”, ujarnya.
Niken memaparkan, kelompok perhutanan sosial di DIY (HKm dan HTR) membentuk dua paguyuban. Kedua paguyuban ini rutin melaksanakan pertemuan setiap tiga bulan sekali secara swadaya, yaitu: Bukit Seribu : paguyuban HKm dan HTR di Kabupaten Gunungkidul dan Lingkar : paguyuban HKm di Kabupaten Kulon Progo.
Selain itu, ada usaha tumpang sari tanaman pangan/food estate dengan luas tanaman 20.239 ha (bukan luas hamparan). Usaha inj
Nenyumbang komoditas pertanian yaitu
jagung 9.737 ton, ketela 20.331 ton, kacang 1.679 ton, kedelai 815 ton, padi 614 ton, HMT 13.475 ton.
“Bila dinilaikan dalam rupiah produksi tersebut senilai Rp60 miliar dengan pelaku pesanggem (petani hutan). Selain tanaman pangan juga berkembang usaha budidaya tanaman bawah tegakan seperti empon-empon dan umbi-umbian yang dipasarkan secara luas,” ungkapnya.
Sebelumnya pula, dilaksanakan studi tiru ke Provinsi Jawa Barat pada bulan Juni lalu. Terkait studi banding ke Jawa Barat, tambah Arkadius, didasari oleh diserahkan 38 unit perhutanan sosial oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk lima skema kewenangan pengelolaan, ada hutan desa, kemasyarakatan, tanaman rakyat, adat dan kemitraan perhutanan.
Meski telah diserahkan oleh presiden, Jawa Barat belum memiliki Perda ataupun Pergub pengelolaan hutan sosial, jika berjalan lancar Sumbar menjadi provinsi pertama memiliki Perda perhutanan sosial. Pengelolahutan sosial Jawa Barat telah mendesak gubernurnya untuk melahirkan Perda demi kepastian hukum pengelolaan.
“Namun secara keseluruhan konsep pengelolaan hutan sosial disana telah berjalan optimal. Sehingga perlu kita pelajari,” ujarnya lagi.(*)