Komite SMAN 1 Lembah Melintang Diganti, Pengurus Lama Akan Gugat 

PASBAR – Penggantian pengurus komite SMA N 1 Lembah Melintang secara sepihak oleh pihak Kacabdin dan sekolah berbuntut panjang. Ketua komite sebelumnya, Sawil Huda dan Sekretaris, Husni Thamrin menyatakan tidak terima dan akan menggugat.

Pasalnya penggantian itu, karena keputusan komite yang melarang pungutan atau iuran di sekolah. Sementara pihak sekolah dan cabdin wilayah VI Sumatera Barat ingin memungut iuran dengan alasan demi kelancaran operasional sekolah.

Sawil Huda mengatakan, pasca ia bersama pengurus komite lainnya di SK kan tanggal 1 Februari 2023 lalu, langsung menghentikan pungutan di sekolah tersebut. Penghentian pungutan itu, karena melanggar aturan dan perundang-undangan dan masuk pada ranah pidana pungutan liar.

“Saya sering diajak dan diminta pihak sekolah, cabdin supaya mengizinkan adanya pungutan dari siswa atau orangtua atau wali murid. Tapi kita tidak mau. Operasional sekolah sudah lebih dari cukup dari anggaran BOS yang diterima SMAN 1 Lembah Melintang. Tapi mereka tidak terima, mereka lakukanlah pemilihan komite baru, tanpa ada pemberitahuan apalagi persetujuan kami,” katanya.

Dia sampaikan, pihak sekolah beralasan permintaan iuran itu berguna untuk operasional sekolah. Dana BOS sudah habis untuk membayar utang kepala sekolah sebelumnya. Tidak ada lagi dana untuk bayar gaji tenaga honorer, biaya rutin dan lain-lain.

“Tapi mereka tidak pernah menyalahkan kepala sekolah sebelumnya. Ada apa sebenarnya dibalik ini. Patut diduga mereka mendukung pungutan liar, dan seolah-olah dilindungi Cabdin,” katanya.

Disampaikan juga, hingga saat ini, tidak ada SK pemberhentian komite sekolah yang ia sebagai ketuanya. Pencabutan melalui surat cabdin tidaklah sah. Sebab komite di SK – kan kepala sekolah. Sedangkan pemberhentian ataupun pencabutan SK harus ada prosedurnya.

Sementara itu, Sekretaris Komite Husni Thamrin menyatakan dengan tegas, tidak senang atas hal yang dilakukan pihak sekolah bersama cabdin. Untuk itu, segera akan dilakukan gugatan dan melaporkan sejumlah oknum yang terlibat ke polisi.

“Tidak ada kewenangan Kacabdin mencabut atau memberhentikan komite. Mereka tidak siap menerima kami sebagai komite karena khawatir mereka tidak bisa berbuat sewenang wenang, tidak bisa berbuat seperti biasa, contohnya melakukan pungutan kepada peserta didik,” ujarnya.

Katanya, pernah ia pertanyakan saat komite diundang ke sekolah bertemu dengan kepala sekolah serta wakil kepala sekolah tentang kebutuhan anggaran sekolah.

“Sebelum ada dana BOS, uang SPP hanya Rp80 ribu. Anggaran itu memadai untuk operasional sekolah,” katanya.

Lebih lanjut dia sampaikan, sekarang ada dana BOS. Jumlahnya Rp 1,5 juta pertahun persiswa. Bila dibagi 12 bulan, maka Rp 125.000 persiswa.”Bagaimana kepala sekolah mengatakan tidak cukup, sedangkan 80 ribu cukup” ujarnya.