SIMPANG AMPEK– Di media sosial (medsos) kerap ditemukan, hal yang bersifat privat dieksploitasi terlalu vulgar. Penyajiannya pun tak tanggung-tanggung, yakni dalam format video dan menjadi viral.
“Seringkali ketika situasi privat yang sensitif, kemudian tersaji terlalu vulgar ke ruang publik. Perbedaan pendapat yang keras terkait hal ini tak dapat dihindarkan lagi. Itulah masalah sehari-hari yang dekat masyarakat kita sekarang. Ada kekerasan dan pelecehan, ada pula penyebaran foto dan video melalui sosial media yang menimbulkan keresahan,” ujar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, menjawab Singgalang dan topsatu.com, Jumat (21/8), dari Pasaman Barat.
Jasra yang merupakan putra Maligi, Pasbar itu dimintai pendapat, terkait adanya kasus viral video yang melibatkan anak, ZA dan ZP. Peristiwa dalam video yang mereka unggah ke medsos, menurut Jasra, menjadi puncak gunung esyang mengundang reaksi keras.
Namun yang terpenting dari peristiwa, tuturnya, adalah bagaimana masyarakat dapat teredukasi dalam persoalan, bahwa membawa ranah privat ke publik ada konsekuensinya. Dalam kasus video viral ZA dan ZP, tambahnya, bisa berhadapan dengan dengan undang-undang ITE dan Perlindungan Anak.
“Mungkin saja situasi LDR (long distance relationship) yang mereka jalani diluapkan dalam ungkapan kasih sayang, yang nampaknya terasa berlebihan. Namun ZA dan ZP lupa, mereka adalah bagian dari masyarakat. Apalagi dengan mengunggah video tersebut di sosial media,” katanya.
Dikatakan, langkah yang penting dilakukan adalah menyadari konsekuensi dan mendapat pelajaran yang bermakna dengan pendampingan dan pengawasan orang tua mereka.
Mereka yang berada di pusaran video viral tersebut, tegasnya, perlu dilakukan penyadaran, bahwa ketika wilayah privat masuk ke area publik, maka akan berhadapan dengan hukum yang berlaku.
“Peran yang paling penting dilakukan orang tua, ketika anak anak terpapar melihat video adalah melakukan pendampingan dan pengawasan orang tua. Agar mendapatkan pelajaran yang bermakna. Bagi keduanya, ZA dan ZP penting meminta maaf ke publik dan berjanji untuk tidak mengulanginya,” sebutnya.
Dijelaskan, keduanya yang masih berumur anak, harus segera dihilangkan dari stigma dan fokus pada cita-cita dan masa depan kuliahnya.
“Saya kira itu juga yang diinginkan publik, dalam melihat permasalahan seperti ini. Agar yang bersangkutan menyadari dan keluarganya tahu. Fokusnya itu. Untuk konsumsi publik, saya kira tidak baik dan harus dihentikan. Karena jika tidak ada pendampingan dalam membaca atau melihat video ini, akan membawa anak pada situasi yang lebih buruk lagi. Untuk itu lebih baik publik mencegahnya bersama anak-anak mereka,” tegasnya.
Belajar dari berbagai kasus di media sosial yang filenya meski sudah di hapus, tapi menurut Jasra dapat muncul di tempat yang lain. Inilah dunia kita sekarang, jejak digital tidak bisa hilang. (musriadi)