Opini  

Krisis dan Kecepatan: Mengukur Efektivitas PR dalam Situasi Genting

Charlie Doma Putra.

Oleh: Charlie Doma Putra

Krisis dapat dimulai dari suatu insiden yang memerlukan penanganan cepat dan tepat. Manajemen hubungan masyarakat (public relations) memiliki peran krusial dalam mengelola dan menangani krisis ini. Manajemen krisis dan komunikasi krisis merupakan aspek krusial dalam manajemen Public Relations. Ini karena krisis menarik perhatian besar dari publik terhadap merek, baik individu maupun perusahaan. Dengan kemajuan teknologi media, informasi tentang krisis dapat tersebar ke seluruh dunia dengan cepat. Baik berita krisis, berita positif, maupun negatif, dapat menyebar dengan mudah.

Teknologi internet yang kini terintegrasi dalam kehidupan kita telah mempermudah akses informasi. Sebuah insiden adalah bagian dari krisis yang terjadi di perusahaan, yang membutuhkan penanganan oleh praktisi Public Relations agar insiden tersebut tidak berubah menjadi bencana bagi citra perusahaan. Krisis tidak dapat dihindari, tapi kemungkinan masih bisa dicegah. Untuk mengantisipasi dan menghindari dampak negatif dari krisis, diperlukan manajemen krisis untuk mempersiapkan berbagai strategi dan taktik apa yang akan dilakukan untuk menangani suatu krisis tersebut (Silviani. Irene, 2020). Penanganan krisis merupakan fungsi dari manajemen Public Relations.terkait tanggung jawab dan peran PR dalam situasi krisis. Mereka harus menjaga reputasi organisasi dan hubungan positif dengan publik selama dan setelah krisis. Peran Public Relations adalah menciptakan kondisi yang kondusif setelah krisis dan mengelola krisis dengan memperhatikan kepentingan publik internal dan eksternal. Keberhasilan atau kegagalan dalam menangani krisis bergantung pada bagaimana Public Relations mengelola krisis tersebut. Krisis tidak dapat dihindari dalam bisnis, seringkali tidak dapat dikendalikan, dan biasanya datang secara tidak terduga, sehingga sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, ketika krisis terjadi, penting untuk tidak mengabaikannya. Menerapkan manajemen krisis dengan strategi yang tepat sangat penting untuk menyelesaikan masalah tanpa merusak citra perusahaan.

Pada tahun 2021, Brand Eiger, sebuah perusahaan dan merek yang berasal dari Indonesia yang memproduksi pakaian dan peralatan rekreasi alam, kegiatan mendaki gunung, berkemah, dan panjat tebing seperti tas dan jaket mendadak viral di berbagai media sosial. Hal ini karena ada polemik antara PT Eigerindo Multi Produk Industri (MPI) dengan youtuber yang mereview produknya berupa kacamata. Brand Eiger keberatan dengan hasil review tersebut. CEO PT Eigerindo MPI, Ronny Lukito mengakui bahwa surat keberatan yang dikirimkan kepada YouTuber Dian Widiyanarko, benar dari pihaknya. Surat ini menjadi viral setelah Dian, melalui akun media sosialnya, mempertanyakan surat yang dikirimkan PT Eigerindo Multi Produk Industri (MPI). Melalui surat itu, Eiger menyatakan keberatan atas konten review yang dibuat Dian atas produknya. Padahal, konten itu dibuat bukan karena endorse dan termasuk review positif. Dengan kejadian itu, Ronny menyampaikan permohonan maaf atas apa yang menimpa Dian Widiyanarko.

“Atas nama perusahaan PT Eigerindo Multi Produk Industri (MPI) sebagai perusahaan yang menaungi merk EIGER Adventure, dengan rendah hati kami menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat atas masalah yang terjadi,” ujar Ronny dalam keterangan resminya. Ronny membenarkan bahwa surat keberatan yang dikirimkan kepada Dian Widiyanarko dikirimkan oleh PT Eigerindo MPI. Ia mengakui, apa yang dilakukan oleh pihaknya tidak tepat dan salah.”Sejatinya maksud dan tujuan awal kami adalah untuk memberikan masukan kepada reviewer agar lebih baik lagi. Tetapi sekali lagi, kami menyadari bahwa cara penyampaian kami salah,” katanya .

Kecepatan dan Strategi

Terkait polemik antara perusahaan dengan konsumen yang mereview sebuah produk perusahaan, sebagai praktisi PR, pasti ada reaksi untuk menangkis serangan dari warganet terkait ulasan video tersebut. Namun, tanggapan awal PR secara formal terkesan menekan YouTuber, sehingga malah menjadi bumerang bagi PR itu sendiri. Tidak kehilangan akal, PR segera memberikan klarifikasi dengan meminta maaf secara cepat dan lugas agar krisis terkait produk perusahaan tersebut tidak berlarut-larut. Transparansi dan keterbukaan adalah dua prinsip yang sangat penting dalam manajemen komunikasi, terutama dalam manajemen krisis.

Transparansi berarti menyediakan informasi yang jelas dan lengkap kepada pemangku kepentingan, sedangkan keterbukaan berarti bersikap jujur dan responsif terhadap kritik atau umpan balik (Irwanti. Marlinda, 2023). Sebagai wujud komitmen terhadap transparansi, pihak PR membuka diri untuk siapa saja yang ingin mereview produk dari perusahaan PT Eigerindo MPI. Dengan langkah ini, PR berusaha membangun kembali kepercayaan publik dan menunjukkan bahwa mereka tidak takut terhadap kritik, tetapi melihatnya sebagai peluang untuk perbaikan. PR kemudian menerapkan strategi lanjutan dalam menghadapi krisis, yaitu memahami potensi krisis itu sendiri dan proses terjadinya krisis mulai dari adanya isu (Wasesa, Silih Agung 2005). Mereka menyadari pentingnya analisis mendalam terhadap setiap potensi krisis yang muncul serta pentingnya merespons dengan cepat dan tepat untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul. Melalui pendekatan ini, PR dapat mengelola situasi krisis dengan lebih efektif, menjaga reputasi perusahaan, dan memperkuat hubungan dengan publik. Dengan memainkan kecepatan dan strategi yang tepat dan akurat, seorang praktisi Public Relations (PR) dapat berbangga karena dengan ketepatan dan pemahaman yang baik terhadap situasi yang sedang terjadi, mereka mampu menetralisir krisis dengan cepat, bahkan dalam situasi yang genting, sehingga dapat menjaga citra perusahaan. Kecepatan dalam merespons dan ketepatan strategi yang digunakan adalah kunci untuk mengatasi krisis yang berpotensi merusak reputasi perusahaan. Praktisi PR yang efektif tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dalam mengidentifikasi dan mengelola isu-isu yang dapat berkembang menjadi krisis.

Peran Public Relations (PR) yang efektif dalam manajemen krisis sangatlah penting, terutama ketika perusahaan menghadapi ancaman terhadap citra atau reputasinya. Menurut Benoit, W.L. (1995), teori Image Repair menyediakan kerangka kerja untuk memahami bagaimana individu atau organisasi dapat merespons ketika citra atau reputasi mereka terancam atau rusak akibat tindakan yang salah, skandal, atau krisis. Teori ini menyoroti pentingnya strategi yang tepat dalam memperbaiki citra yang rusak. Ketika sebuah krisis muncul, PR harus segera mengenali adanya ancaman terhadap citra perusahaan. Langkah awal ini sangat penting karena menentukan seberapa cepat dan tepat tindakan yang akan diambil. Setelah mengenali ancaman, PR harus merespons tindakan negatif atau kesalahan yang terungkap. Respons ini bisa berupa permintaan maaf yang tulus, penjelasan yang jelas, atau bahkan pengakuan kesalahan jika memang diperlukan. Selanjutnya, PR harus menerapkan strategi pemulihan citra yang efektif. Strategi ini dapat mencakup berbagai pendekatan, seperti pembenaran (justification), memberikan alasan (excuse), memindahkan tanggung jawab (deflection), memberikan kompensasi (compensation), atau penyangkalan (denial). Setiap strategi harus dipilih dan diterapkan dengan hati-hati, mempertimbangkan situasi spesifik dan reaksi publik. Efektivitas pemulihan citra sangat bergantung pada seberapa baik respons PR diterima oleh khalayak. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas ini meliputi kejujuran, kesungguhan, dan tindakan konkrit yang diambil untuk memperbaiki situasi. Kejujuran dalam komunikasi dan kesungguhan dalam tindakan menunjukkan komitmen perusahaan untuk memperbaiki kesalahan dan mencegah terulangnya krisis di masa depan.

Perhatian terhadap kemajuan perusahaan untuk mendapatkan respons positif dari publik dan pemangku kepentingan adalah tujuan utama dari setiap tindakan yang diambil oleh praktisi PR. Mereka harus memiliki kemampuan untuk membaca situasi, merencanakan tindakan yang tepat, dan melaksanakan langkah-langkah tersebut dengan efisien dan efektif. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas dan transparan serta menjaga hubungan baik dengan media dan publik, juga merupakan faktor penting dalam strategi manajemen krisis.

Dalam dunia yang semakin terhubung dan dinamis ini, kecepatan informasi yang menyebar melalui berbagai saluran media menuntut PR untuk selalu siaga dan tanggap. Mereka harus dapat merespons dengan cepat dan tepat, menyampaikan informasi yang akurat serta mengelola persepsi publik. Dengan cara ini, mereka dapat mempertahankan kepercayaan dan dukungan dari publik serta pemangku kepentingan sekaligus memastikan kelangsungan dan kesuksesan perusahaan di masa depan.

Dengan memahami dan menerapkan teori Image Repair, PR dapat mengelola krisis dengan lebih efektif. Mereka dapat mengurangi dampak negatif, memulihkan citra perusahaan, dan mempertahankan kepercayaan publik serta pemangku kepentingan. Keberhasilan dalam manajemen krisis ini tidak hanya bergantung pada reaksi awal, tetapi juga pada strategi jangka panjang yang dirancang untuk memperkuat hubungan dengan publik dan memastikan kelangsungan perusahaan. (Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)