Tak hanya itu, lanjut Supardi, penyalahgunaan narkotika dan LGBT sangat menjadi sorotan, secara statistik angkanya cenderung naik pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, termasuk Payakumbuh.
“Ranah Minang memiliki falsafah Adat Basandi Syarak – Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), miris bila tingkat perilaku menyimpang seperti LGBT tinggi di daerah ini. Jangan biarkan perilaku menyimpang tersebut berkembang baik di Kota Payakumbuh, maupun di Sumbar umumnya,” imbaunya.
Pria kelahiran Kota Payakumbuh ini menyebutkan, ada hal yang lebih bahaya mengancam kelangsungan generasi muda dari bahaya narkotika, yaitu menghisap lem.
Praktek ini cukup berkembang pada setiap daerah, lantaran mendapatkan barang tersebut cukup mudah dan harganya pun terjangkau. Meski demikian, kerusakan yang ditimbulkan 10 kali lipat dari kerusakan pengguna narkoba.
“Karena lem belum diatur pada sumber hukum kita, maka penggunaannya belum bisa diproses secara hukum,” katanya.
Disamping itu, menurut Supardi terjadi pula banyak dinamika sosial pasca Covid-19. maka dari itu harus diantisipasi dengan cara membuka forum masyarakat melalui penyuluhan sosial.
Hal ini juga diakomodir oleh Dinsos Sumbar dan Kota Payakumbuh, usai penyuluhan selesai maka masyarakat ini yang menjadi garda terdepan, dalam menekan angka kenakalan remaja.
“Penangan penyakit masyarakat di daerah berbeda-beda, maka dari itu sasaran dari penyuluhan harus jelas,” katanya. (*)