JAKARTA – Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Prof Mochtar Kusumaatmadja merupakan peletak dasar bagi paradigma maritim dalam pembangunan nasional.
“Untuk membangun Indonesia sebagai negara maritim yang kuat diperlukan paradigma maritim yang kuat pula, yaitu wawasan atau pola pikir yang memandang wilayah daratan (kepulauan) sebagai bagian dari wilayah laut dari negara maritim Indonesia,” kata Ketua DPP LDII Prof Singgih Tri Sulistiyono.
Menurut dia definisi negara maritim untuk Indonesia, menurut Singgih adalah sebuah negara yang mampu membangun kekuatan maritimnya (seapowers) baik di bidang pelayaran dan perdagangan (merchant shipping), kekuatan pertahanan dan keamanan maritim (maritime fighting instruments), dan kemajuan teknologi kemaritiman (maritime technology) untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimilikinya secara sinergis (laut dan darat) dalam kerangka dinamika geopolitik guna mencapai kemakmuran dan kejayaan bangsa dan negaranya.
Ia menjelaskan Jasa Prof Mochtar Kusumaatmadja membuat Indonesia menikmati kedaulatan dan potensi kelautan karena memperkenalkan wawasan nusantara.
“Sebelum Deklarasi Djuanda yang banyak berisi pemikiran Prof. Mochtar, luas perairan kita hanya 3 mil dari gari pantai terluar,” kata Ketua DPP LDII yang juga Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) Prof Singgih Tri Sulistiyono.
Menurutnya, usai Konferensi Meja Bundar (1949), Belanda ingin tetap mempertahankan Irian Barat sebagai jajahannya dan ingin tetap menancapkan pengaruh ekonomi dan politiknya di Indonesia.
Mereka dengan leluasa memasuki perairan di antara pulau-pulau wilayah Indonesia. Hal itu bisa dilakukan karena perairan tersebut dianggap perairan internasional, sementara wilayah Indonesia hanya daratan dan perairan sejauh 3 mil dari ujung terluar daratan.
Kala itu, menurut Singgih, Mochtar Kusumaatmadja berpikir bahwa lautan di dalam wilayah kepulauan merupakan satu kesatuan sebagai tanah air.
Atas pemikirannya itu, ia menolak batas-batas kedaulatan Republik Indonesia yang diklaim Belanda hingga tahun 1950-an, Indonesia masih menggunakan Ordonansi Belanda 1939.
Aturan itu menegaskan, bahwa luas wilayah laut territorial Indonesia hanya 3 mil. Mochtar Kusumaatmadja membuat, luas perairan Indonesia menjadi 12 mil. Kini luas Indonesia menjadi 1,919 juta km², yang merupakan hasil perjuangan Prof. Mochtar Kusumaatmadja untuk menyatukan daratan dan perairan Nusantara.
Mochtar Kusumaatmadja membuat garis dasar lurus pada peta, yang ditarik dari satu titik terluar ke titik terluar lain dari wilayah darat atau pulau yang dikuasai oleh Indonesia. Ini sering disebut sebagai metode point to point, sehingga seluruh kepulauan Indonesia diikat oleh sabuk straight baseline.
Hasilnya wilayah perairan dan daratan (pulau) merupakan satu kesatuan, yang disebut sebagai kepulauan Indonesia yang mencakup darat dan lautnya. Sehingga cita-cita mengenai tanah air terwujud berkat ide cerdas Mochtar Kusumaatmadja.