PADANG – Kecakapan hidup (lifeskill) harus dilatih sejak usia dini (kanak-kanak). Karena di usia itulah, akan lebih mudah memberikan lifeskill yang akan tertanam di pikirannya, hingga dewasa kelak.
“Kecakapan hidup seperti budaya antre, percaya diri, menumbuhkan rasa empati, rasa bersyukur, dan lainnya, akan lebih mudah diajarkan sedari dini, sehingga jika mereka dewasa, hanya tinggal menerapkan saja dalam kehidupannya,” kata Aris Ananda, seorang Education Enthusiast & Trainer di Indonesia saat berlangsungnya webinar Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Angkatan ketiga, yang digelar Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) yang bekerjasama dengan dengan PT Paragon Technology and Innovation, secara daring, Rabu (8/12).
Aris yang tampil bersama tim kerjanya Ryan Shahrezade (Storyteller) lebih jauh mengungkapkan, boneka tali menjadi media yang dipilihnya sebagai bahan untuk memberikan pelajaran lifeskill tersebut pada anak-anak.
Pada kesempatan itu Aris dan Ryan tampil membawakan topik Edutainment dan Story Telling dalam Penyelenggaraan Pendidikan Dasar: Upaya Mengenalkan Kecakapan Hidup (Lifeskill) pada Anak-anak PAUD dan SD Melalui Boneka Tali.
Mereka berdua sering tampil di berbagai sekolah, baik PAUD maupun SD untuk bercerita dengan media boneka tali tersebut.
“Kami memberinya nama Nano Nani. Di sana juga ada tokoh Opah Kirmin dan Paman Bonbon, yang sering terlibat dalam konteks sikap sehari-hari. Dengan percakapan dan gerakan boneka tali itu, ternyata suasana bisa menjadi lebih komunikatif. Anak-anak pun bisa bertahan menyaksikan pertunjukan kami yang kami harapkan bisa memberikan nilai-nilai kecakapan hidup bagi mereka,” kata Aris dan Ryan.
Memiliki latar belakang yang jauh berbeda dengan dunianya saat ini, ternyata tak menjadi penghambat Aris dan Ryan untuk berkarya. Aris yang seorang Sarjana Hubungan Internasional, serta Ryan yang alumni STM Perkapalan, ternyata mampu menuangkan hal-hal yang dianggap kecil oleh sebagian orang, namun sebetulnya sangat mendasar untuk tumbuh kembang anak, menjadi sebuah cerita dan hiburan menarik melalui show boneka tali.
Mereka berdua bahkan sudah tampil di berbagai daerah di Indonesia, bahkan hingga ke Peru dan Hong Kong, dan semua mendapat respon yang positif.
“Story telling melalui boneka tali dan media memiliki kemiripan dalam hal penyampaian informasi. Wartawan di media akan bercerita dengan kata-kata yang disusunnya, sehingga pembaca lebih mudah memahami informasi yang disampaikan. Sementara boneka tali, dengan alur ceritanya yang lebih sederhana, mengandung banyak nilai-nilai kehidupan untuk membentuk pribadi anak di masa depan,” kata Direktur Pelaksana GWPP Nurcholis MA Basyari.
Aris menjelaskan media pembelajaran memang bermacam-macam. Pesan-pesan edukasi dapat disalurkan melalui bahan-bahan publikasi, gambar, pameran, proyeksi, rekaman audio, audio visual, siaran, dan model atau benda tiruan.
“Boneka merupakan media pembelajaran kategori bahan model atau benda tiruan,” kata Aris.
Alumnus Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia (UI) itu mencermati cara berpikir anak-anak usia dini yang menganggap atau memperlakukan barang apa pun di sekeliling mereka sebagai benda hidup. Anak-anak bahkan mengimajinasikan benda-benda tertentu sebagai sahabat atau teman bermain dan tempat mencurahkan isi hati. Karena itu, tidak jarang anak-anak tampak asyik bercanda dan mengobrol dengan benda-benda itu.