Lewat Boneka Tali, Kenalkan Kecakapan Hidup Sejak Dini

“Boneka mewakili model tiga dimensi yang bisa bergerak dan bicara sehingga mampu mentransfer pengetahuan melalui sejumlah indra,” terang Aris yang berduet dengan Ryan sebagai pendongeng sekaligus pembuat boneka tali dan memainkannya.

Ryan sempat menunjukkan kebolehannya memainkan boneka tali kepada para peserta dan mentor FJP GWPP. Ryan memainkan karakter tokoh Paman Bonbon yang baik hati dan lucu. Dengan nada kocak dan suara yang berbeda dengan suara asli Ryan, Paman Bonbon menyentil dan menasihati Nani agar jangan suka marah-marah sendiri. Kalau suka marah-marah, kata Paman Bonbon, nanti lekas tua seperti kakek-kakek dan nenek-nenek.

“Untuk seri Nano Nani show ini, talinya minimal 12 agar dapat menggerakan sendi-sendi dan bagian badannya, seperti punggung, kepala, kaki, dan tangan. Kalau membutuhkan gerakan-gerakan lainnya, biasanya ada additional tali lagi,” kata Ryan.

Pertunjukan boneka tali Nano Nani untuk anak-anak PAUD dan SD rancangan Aris-Ryan itu menampilkan lima sosok karakter. Dua sahabat Nano dan Nani sebagai lakon utamanya. Selain itu, ada Amono si bocah usil, Opah Kirmin sebagai sosok profesor yang sederhana, dan Paman Bonbon.

Aris dan Ryan mulai merancang dan mengembangkan ide-ide kreatif pertunjukan boneka tali pada 2017. Mereka manggung perdana pertunjukan boneka tali Nano Nani di Pejaten Village, Jakarta Selatan, pada 26 Oktober 2018. Pertunjukan di pusat perbelanjaan tersebut berlangsung tiga hari. Setiap hari, ada sekira 500 anak TK dan SD serta pengunjung mal di kawasan Pasar Minggu itu yang menonton pertunjukan boneka tali Nano Nani.

Sejak itu, Aris-Ryan dan tim kerap manggung di berbagai tempat, termasuk sekolah-sekolah. Merasa mendapatkan respons positif dalam pertunjukan-pertunjukan sebelumnya, pada 2020, mereka menargetkan roadshow ke 2000 SD di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Namun, baru terlaksana di 70 sekolah, niat mereka teradang pandemi Covid-19 pada Maret 2000. Pertunjukan tatap muka alias luring itu pun terhenti total sejak itu dan belakangan akhirnya digelar secara daring. Pesertanya pun meluas bukan hanya dari Jakarta dan sekitarnya melainkan dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan luar negeri, termasuk Malaysia dan Peru.

“Waktu kami show di Buddha Tzu Chi (SD Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia) peserta yang hadir sampai 1.600 anak kelas 1-6. Pesertanya terbagi menjadi dua: kelas 1-3 dan kelas 4-6. Di luar dugaan, responsnya luar biasa. Banyak anak yang naik ke panggung,” ungkap Ryan mengenang salah satu momen pertunjukan yang paling mengesankan. (benk)