Rahmat Zikri
Wartawan Topsatu.com
PADANG-Jemari Enita Widia Citra (41), meliuk indah pada benang berwarna ungu, kuning dan putih. Sesekali ia meraih kayu berwarna kuning yang menopang benang-benang tersebut.
Dilihat dari kejauhan, alat bukan mesin yang terbuat dari kayu itu digerakkan secara manual seperti mesin jahit tanpa mesin dengan dua pijakan yang siap dihentakkan menggunakan kaki. Tujuannya agar benang yang ia kaitkan tadi tersusun kuat dan rapi.
Di meja tenun berukuran 1 x 1,5 meter itulah Enita dan Ibu Rumah Tangga (IRT) di Nagari Unggan, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung setiap hari merajut asa perekonomi keluarganya.
Diantara jalinan benang yang dikaitkan itu pula ia terus berharap hasil jadi nantinya berupa kain tenun dan bahan songket akan dibeli dan laris dipasaran.
Butuh waktu 3 hari baginya untuk menyelesaikan satu buah bahan kain berukuran 1 x 2,7 meter. Jika motifnya lebih dari satu maka waktu pengerjaan akan bertambah lebih lama.
Setelah jadi, bahan tersebut biasanya dijual dengan harga Rp300 ribu hingga Rp3,7 juta tergantung banyak motif yang dipergunakan. Kain tenun paling mengesankan yang pernah dibuat Enita adalah dengan 32 motif dalam satu bahan songket.
Pekerjaan sebagai penenun telah ia lakoni sejak lama, berbekal ilmu yang ia peroleh di Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada 2003, Enita pulang kampung ke Nagari Unggan dan berbagi ilmu yang telah ia pelajari kepada ibu rumah tangga lainnya.
Perlahan ilmu yang ia miliki itupun dipelajari dan didalami pula oleh warga lainnya. Ciri khas dari tenun dan songket Unggan adalah berbentuk alam yang disesuaikan dengan perkembangan sekarang.
Hingga saat ini telah ada sebanyak 200 motif yang dihasilkan. Satu motif dipatenkan Enita secara pribadi dengan nama R2 dan 30 matotif dipatenkan Diskoperindag Sijunjung.