Oleh M.Khudri
Tanggal 19 Juli 1993 atau 31 Tahun lalu adalah hari Kepindahan Ibu Kabupaten Agam dari Bukittinggi ke Lubuk Basung. Saya termasuk salah satu wartawan yang aktif menulis untuk mendesak bupati Agam Gustiar Agus memboyong pegawainya pindah ke Lubuk Basung. Saya memulai “nyambi” jadi wartawan tahun 1991, maklum tugas pokok saya sebagai guru PNS di SMA N 1 Lubuk Basung sebagai tempat tugas dari saya pasca mutasi dari Tapan Pessel Tahun 1990. Saya belajar menulis berita dengan pak Lukman, satu satunya wartawan Singgalang di Lubuk Basung waktu itu. Kawan wartawan lain yang cukup aktif menulis “desakan” kepindahan itu adalah pak Lukman (Singgalang), Fadril Azis (Infai), Syafruddin Hasan dan Denny Sastra Yuza (Semangat), Edison (Canang) Ir Rusdi Lubis dan Miazudin (Semangat).
Awal tahun 1993, Gubernur Drs. H.Hasan Basri Durin perintahkan bupati Kol (TNI AD) Gustiar Agus untuk pindah dari Bukittinggi ke Lubuk Basung. Sebelum nya harian Singgalang menurunkan berita tentang kantor Bupati Yang sudah beberapa tahun selesai dibangun, hasil wawancara saya dengan ketua KAN Lubuk Basung M.Dt.Singomarajo yang mendesak pemerintahan Agam segera pindah dari Bukittinggi ke Lubuk Basung dan berita lainnya tentang perumahan pegawai di Talago yang sudah menjadi semak belukar, dengan judul “Perumahan Pegawai Di Talago Sudah Merimba”.
Menurut keterangan yang diperoleh ketika itu, pasca berita Harian Singgalang, awal tahun 1993, bupati Gustiar langsung perintahkan PNS untuk segera pindah, yang tidak bersedia pindah buat surat pernyataan. “Ancaman” ini membuat semua pegawai Pemda Agam mematuhi perintah bupati.
Tanggal 19 Juli 1993, hari pertama bupati dan PNS Agam menggelar upacara di halaman kantor bupati di Padang Pusaro, Lubuk Basung sudah jadi ibu kabupaten Agam secara de facto, karena Peraturan Pemerintah (PP) dari Pemerintah Pusat baru keluar tahun 1998 yaitu PP Nomor 8 Tentang Lubuk Basung Ibu Kabupaten Agam.
Begitulah, sampai sekarang sudah 31 Tahun, nyaris sebaya dengan Pemerintah Orde Baru di bawah Soeharto yaitu 32 Tahun 1966 -1998. Jika rezim Suharto selama 3 dekade berhasil menjadikan Indonesia menjadi negara besar waktu itu, maka pertanyaannya adalah apakah Lubuk Basung selama 31 tahun jadi ibu kabupaten Agam dengan bupati yang silih berganti, sudah mengalami kemajuan signifikan sesuai tentang waktu yang begitu lama?.
Ada 5 bupati yang memimpin Agam Sejak kepindahan itu. Pertama seorang Perwira Menengah TNI aktif Gustiar Agus selama 10 tahun, bupati yang berjasa memindahkan ibu kabupaten Agam dari Bukittinggi ke Lubuk Basung. Tahun 1995 -2000 Ismu Nazif, seorang TNI AD juga. Selanjutnya selama 2 periode Agam dipimpin oleh Aristo Munandar Tahun 2000 -2010. Aristo digantikan oleh Indra Catri selama 10 tahun pula, sampai tahun 2020, sekarang Andri Warman.
Selama itu, apa yang berubah untuk Lubuk Basung. Banyak, sebut saja sarana pemerintahan dan kemasyarakatan. Tanpa menyebut era bupati siapa. Sekarang kantor kantor pemerintah di Lubuk Basung boleh dikatakan lengkap dan representatif, begitu juga sarana kemasyarakatan seperti sarana olah raga, ada taman hiburan dan bermain, pohon pohon pelindung, pasar dan infra struktur gedung gedung pemerintahan dan jalan jalan terutama jalan kabupaten dalam kota Lubuk Basung , boleh dikatakan cukup.
Begitu juga sarana pelayanan kesehatan dan kependidikan. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang dulu sederhana, sekarang sudah lengkap bahkan sudah jadi BLUD yang berorientasi profit. Puskesmas juga meningkat kualitasnya bahkan beberapa Rumah Sakit swasta juga eksis memberikan layanan kepada masyarakat. Salah satu diantara adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Restu Ibu di Lansano. Untuk sarana pendidikan, Sekolah Menengah Atas ( SMA ) yang ada sebelum jadi ibu kabupaten masih sederhana, sekarang ketiga SMA itu sudah sekolah terkemuka di Agam. Di Lubuk Basung ada Perguruan Tinggi Kesehatan, namun sekolah itu tidak begitu berkembang.
Kemajuan lain adalah sarana pasar yang berkembang pelan, ada tiga pasar yaitu Pasar Usang, Pasar Padang Baru dan Pasar Balai Selasa. Lambannya perkembangan pasar pasar itu merupakan indikator tidak adanya lonjakan ekonomi masyarakat, jika digrafik kan, maka grafiknya landai.
Mungkin fakta perkembangan ekonomi Lubuk Basung yang lamban itu bisa menjadi salah satu jawaban apakah selama 31 Tahun ini Lubuk Basung berkembang secara signifikan atau tidak. Atau bisa disimpulkan, bahwa pasca jadi ibu kabupaten Agam, tidak begitu tampak lonjakan terutama lonjakan ekonomi dan pembangunan.
Tapi satu pertanyaan penting yang perlu dijawab di 31 Tahun Ibu Kabupaten Agam ini adalah, apakah Lubuk Basung sudah bisa disebut sebuah kota? Merujuk kepada ciri ciri dasar sebuah kota yaitu, mempunyai gedung pemerintahan, mempunyai gedung hiburan dan perkantoran, mempunyai lahan parkir yang cukup, mempunyai sarana olahraga untuk masyarakat dan mempunyai daerah terbuka seperti taman yang berfungsi sebagai paru-paru kota, maka Lubuk Basung sudah layak disebut kota. Dengan demikian maka Lubuk Basung tidak lagi disebut sebagai Kota Balun, Kampuang Talampau” Apalagi Lubuk Basung telah meraih penghargaan kota Adipura dua tahun berturut turut. Selamat Hari Jadi Ke 31 Tahun Lubuk Basung. (Wartawan Senior, Wakil Ketua PWI Sumbar)