Jangan terlena pernyataan siapapun varian Omicron — yang diduga mendominasi lonjakan di Tanah Air — tidak berbahaya.
Minggu lalu saya menulis mengingatkan itu. Belum ada yang bisa memastikan varian apa sesungguhnya yang melonjak penularannya di Tanah Air sekarang.
Pakar mengidentifikasi Omicron karena varian itu yang mendominasi serangan virus di banyak negara di dunia. Tapi, bagaimana kalau bukan? Bagaimana kalau itu ternyata masih lanjutan Delta yang ganas yang telah merenggutkan ratusan ribu jiwa rakyat Indonesia. Yang puncaknya terjadi Juli-Agustus tahun lalu.
Bagaimana cara memastikan virus Covid19 yang menjangkiti rakyat sekarang adalah Omicron. Sedangkan untuk memastikan varian itu perlu penelitian lab lima hari dengan biaya lebih kurang Rp.5 juta perorang, kata ahli.
Menurut sebagian pakar, ciri Omicron bergejala ringan. Yang terjangkit sembuh dalam 3-4 hari. Tidak perlu opname di RS, cukup isolasi mandiri di rumah. Tapi fakta yang ada RS mulai kewalahan menampung pasien bergejala berat. Banyak juga yang meninggal.
Singkatnya : tidak ada yang bisa kita pegang.
Tren di negara maju pun tidak bisa jadi rujukan. Data di AS, Kamis (3/2) mencatat satu hari itu Omicron yang dominan di sana merenggut jiwa 3200 orang dan yang positif lebih 300 ribu. Di Jakarta antrean mengular di seluruh tempat swab di Ibu Kota. Perlu waktu 1-2 jam baru sampai di titik pemeriksaan swab. Perlu satu dua hari untuk mengetahui hasilnya. Saking overloadnya, sempat muncul kasus salah data. Pasien mendaftar saja belum, simsalabim, hasilnya sudah keluar. Positif pula. Streslah. Sebab, hari itu dia mau keluar kota. Gaduh lagi. Kita belum bicara kasus manipulasi kekarantinaan yang sekarang diusut pihak berwajib.
Di masa lonjakan virus, pemerintah malah membuka pula kunjungan internasional di banyak destinasi. Masa karantina dari luar negeri dikorting tinggal 5 hari dari sebelumnya seminggu dan 10 hari. Balapan MotorGP di Mandalika pertengahan bulan ini akan dihadiri 100 ribu penonton.
Syarat penerbangan domestik sekarang cukup mengantongi hasil Swab Antigen. Padahal, penularan Omicron sudah didominasu transmisi lokal. Pendapat banyak ahli, Antigen tidak bisa mendeteksi varian Omicron. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin kemarin mengumumkan, bahkan hasil Swab PCR pun tidak bisa dipercaya 100 persen. Mana yang bisa dipercaya. Mana yang benar, wallahualam.
Saat Luhut Turun Tangan
Yang jelas, mencermati kondisi itu, Senin (7/2), Koordinator Penanganan Covid19 Jawa – Bali, Luhut Binsar Panjaitan, langsung tanggap. Akhirnya mengumumkan level PPKM 2 ( Peraturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dinaikkan menjadi level 3 di Jabedetabek, Bali, dan Bandung. Wilayah kegiatan pemerintahan dan episentrum ekonomi Indonesia yang perputaran uangnya 70 % secara Nasional. Tapi Luhut tidak lupa menyemangati rakyat. Omicron hanya fatal buat pasien lanjut usia yang belum vaksin dan pasien komorbid (penyakit bawaan), katanya. Di luar itu silahkan beraktifitas seperti biasa. Yang penting taat protokol kesehatan. Sudah pastikah itu Omicron, Opung?
Al Fakir
Begini saja. Al Fakir (maaf meminjam istilah Da’i umumnya), saya menasehati diri sendiri dan kita semua. Lebih baik diam di rumah saja. Beraktifitas kantor, sekolah, dan kalau perlu beribadah pun di rumah saja. Biar aman. Satu hal yang memang tidak terbantah : Omicron memiliki kecepatan penularan secepat kilat. Sudah banyak buktinya. Satu terkena, sekeluarga positif.
Tambahan nasehatnya, jangan lupa pelihara imunitas selama di rumah. Jangan sampai drop karena mengikuti banyak silang pendapat di media. Jangan gampang terharu, hatta itu dari otoritas.