Langkah perusahaan energi tersebut dalam menjaga seluruh nakhoda dan para kru dari virus mematikan ini dinilainya wajar, demi memenuhi kebutuhan BBM seluruh masyarakat Indonesia. “Jika ada kru kapal yang terjangkit Covid-19, bukan hanya kapal yang akan kesulitan, tapi seluruh area 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal-Red) di timur Indonesia juga akan mengalami masa sulit, karena kapal adalah garda terdepan distribusi BBM di area 3T ini,” katanya.
Sebagai bagian dari aset bangsa, mereka selalu mematuhi protokol kesehatan dan menjaga kesehatan diri dari berbagai penyakit, termasuk Covid-19. Ini tentu demi bisa terus melayani kebutuhan masyarakat akan energi. “Di kapal kami juga menerapkan protokol kesehatan dengan sangat ketat, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Alhamdullilah sampai saat ini belum ada kru yang terkena,” tuturnya lagi.
Di kapal, demi menghilangkan kejenuhan, Rudi bersama krunya biasanya menghabiskan waktu dengan bersantai menonton film atau bermain play station. Paling tidak, bisa melepas kejenuhan dari rutinitas yang dilakukan. Namun yang pasti, mereka bahagia, dapat terus mengantarkan energi ke anak negeri.
Menambah asupan gizi
Tak berbeda dengan Rudy, Nakhoda Kapal MT Manggala, Kapten Reno Kampai juga menuturkan hal yang sama. Pria yang telah mengabdi sejak tahun 2012 di PT Pertamina tersebut mengakui, sejak mobilitas mereka terbatas akibat pandemi, kejenuhan dan rasa bosan tak dapat dihindari.
Namun semua itu tentu tak boleh dijadikan alasan tak bekerja maksimal. Memenuhi kebutuhan anak negeri akan energi menjadi prioritas utama, meski harus mengabaikan rasa resah di dada. “Kalau kru protes, tentu ada, tapi bagaimana kita sebagai pimpinannya bisa memberikan pengertian kepada mereka, sehingga mereka dapat memahami keputusan yang telah ditetapkan,” tutur putra dari Isna Surya dan Almarhum Alzufri D. Tiara asal Solok, Sumatra Barat ini.
Sebagai orang nomor satu di kapal buatan tahun 1986 itu, Reno tak mau egois. Dia selalu memposisikan diri sebagai teman, sahabat, dan bahkan orang tua dari seluruh krunya, sehingga kebersamaan diantara mereka tetap terbangun harmonis. Paling tidak, bisa menghilangkan sejenak kerinduan kepada keluarga yang ditinggalkan berlayar.
Mengatasi kejenuhan dan rasa bosan, dia tak keberatan memenuhi keinginan kru untuk menambah peralatan hiburan di kapal. Lebih dari itu, asupan gizi para kru juga ditingkatkan dari biasanya. “Jadi saya pesankan ke koki agar membuatkan masakan dan ekstra puding yang istimewa untuk para kru,” ujar pria berdarah Minang ini.
Mereka sendiri tergolong beruntung, karena setiap kapal tanker milik PT Pertamina telah dilengkapi dengan satelit, sehingga komunikasi dengan keluarga menjadi tak terputus, meski berada di tengah lautan. Yang pasti lagi, mereka tetap bertekad mengantarkan energi ke anak negeri dengan sepenuh hati.
Mereka berharap, badai pandemi ini segera berlalu, sehingga dapat beraktivitas seperti sebelumnya, bisa pesiar saat kapal lego jangkar. “Kami minta doa rakyat Indonesia agar kami tetap bisa mengemban tugas mulia ini,” pungkas keduanya. (yuniar)