b. Mengkritik dengan berlandaskan empati, maksudnya menyampaikan kritik dengan mempertimbangkan juga perasaan orang lain, misalnya dengan bahasa yang halus dan penuh empati. Karena prinsip kemanusiaan mengajarkan kita perihal menyampaikan kritik namun dengan konstruktif, bukan merendahkan.
c. Menghormati pendapat orang lain, denga tidak memaksakan pendapat melainkan menghargai sudut pandang orang yang pastinya berbeda-beda. Hal ini dapat dilakukan dengan berdiskusi dan berdebat namun tetap mempertahankan kesopanan, yang menunjukkan implementasi dari penghormatan terhadap martabat manusia.
d. Mampu menyesuaikan bahasa yang akan digunakan, dengan situasi dan kondisi saat itu. Misalnya dalam kondisi formal atau kepada yang lebih tua, kita wajib menggunakan kata-kata yang lebih sopan.
Sealiknya, jika situasinya informal, bahsa yang santun dapat ditunjukkan misalnya melalui keakraban tanpa menghilangkan rasa hormat kita.
Krisis ini mencerminkan betapa kurangnya sikap saling menghormati dan empati antar sesama, yang seharusnya menjadi dasar interaksi sesama individu.
Oleh karenanya untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, kita penting untuk mendorong pendidikan moral dan etika tentang berkomunikasi yang baik dan dengan meletakkan sikap saling menghargai perbedaan yang ada.
Kehidupan berbahasa yang santun sesuai prinsip sila Pancasila yang ke-2, tentunya menjadi kunci dalam menciptakan masyarakat yang bersatu, berdaulat, sejahtera, dan saling menhormati serta menghargai.
Bahasa yang santun bukan hanya tentang bagaimana tata bahasa yang baik, elainkan juga mengenai etika dan kemanusiaan.
Dengan berbahasa yang benar dan baik, kita dapat menjaga hubungan baik, memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Hal ini sejalan degan upaya membangun masyarakat yang lebih bersatu dalam satu kesatuan dan persatuan, serta beradab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.(*)