“Saya dan Mas Bens akhirnya satu RS, cuma beda kamar. Baru setelah kondisi Mas Bens membaik, kami pun sekamar,” cerita Pauline.
Di RS pun Bens masih melayani tawaran menjadi juri, diatur lewat aplikasi Zoom meeting. Tapi Bens keburu drop, sehingga Zoom meeting itu batal.
“Orangnya sulit mengatakan tidak. Tidak mau mengecewakan orang. Sebelum dia drop itu, masih sempat mengurusi transfer uang ke beberapa anak angkatnya,” sambung Pauline.
Fiat 850 sport
Saya mengenal Bens Leo sekitar awal tahun 80-an. Lebih 40 tahun lalu. Saya malah baru jadi wartawan pemula ketika berkenalan dengan Bens yang sudah dikenal sering menulis reportase musik di Majalah Aktuil yang lagendaris itu.
Saya masih ingat ciri reportase Bens yang panjang tanpa paragraf, namun banyak pembacanya. Salah satu prestasi Bens yang dikenang hingga kini, dia wartawan pertama yang berhasil mewawancarai Koes Plus
membuahkan panjang dan lengkap mengenai group musik terkenal itu.
Tidak banyak wartawan yqng berkendaraan mobil untuk meliput di lapangan, Bens sudah mengendarai mobil sport Fiat 850 keluaran baru masa itu. Itu menjelaskan aktifitas dan produktifitasnya berbanding lurus dengan keadaan ekonominya.
Kondisi itu tidak berubah. Walaupun tidak lagi bekerja secara tetap di media pers, tetapi Bens hingga akhir hayatnya tetap produktif menyelenggarakan berbagai kegiatan musik dan menjadi juri di mana- mana. Terakhir, tripnya ke Ambon, Papua, dan Solo dalam rangka itu. Bisa dihitung dengan jari wartawan yang seproduktif dia di masa usia lanjut. Bahwa Bens tampak bersahaja dan sederhana, itu hal lain. Itu memang bagian dari pembawaan pria rendah hati yqng tampil tenang dan wajahnya selalu berhias senyum.
Pauline bilang, Bens selalu bahagia melakoni pekerjaannya.
Ia tak pernah punya keluhan terkait dengan kesehatannya. Bens selalu tampak fresh. Ditopang oleh bangun tubuh yang ramping tanpa beban lemak dan rambut selalu gondrong, maka ia pun tepat disebut awet muda.
Pelesir di NZ
Tiga tahun lalu, kami punya waktu yang intens bercengkrama dengan Bens Leo. Momennya ketika diundang oleh Rachmat Gobel keliling Selandia Baru ( NZ) bulan November 2018. Selain menghadiri konser yang diselenggarakan Dubes Tantowi Yahya di Wellington, kegiatan lalinnya pelesir ke Queenstown dan Auckland. Siang malam selama sepekan itu canda dan tawa kami lepas. Rasanya itu baru terjadi kemarin ketika Senin pagi beredar kabar Bens Leo meninggal dunia.
Tiada lagi Bens Leo.
Ada satu kenangan yang pasti akan dikenang seluruh sahabatnya. Kebiasaan Bens menyapa dan mengingatkan bangun sahur di bulan Ramadhan. Sebulan penuh.
“Iya, benar. Dia sendiri tidak beepuasa. Tapi Bens sengaja bergadang khusus untuk itu. Sengaja dia menunggu. Setelah menyapa, dia pun tidur,” kisah Pauline.
Selamat jalan Mas Bens. (*)